Jakarta, Aktual.com – Sepekan menjelang pemungutan suara Pemilu 2019, Partai Golkar diprediksi mengalami kesulitan menembus posisi tiga besar perolehan suara secara nasional.
Pasalnya, tidak sedikit kader partai berlambang pohon beringin itu yang terjerat kasus hukum dalam beberapa pekan terakhir.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan kasus Bowo Sidik Pangarso akan memperlemah suara Golkar di Pileg 2019.
Menurutnya, suara Golkar akan menurun dibandingkan Pileg 2014. Dia menilai Golkar diuji awalnya dengan kasus eks Ketumnya Setya Novanto. Lalu, berlanjut ke Idrus Marham dan Eni Saragih.
“Dengan banyak tertangkapnya kader Golkar maka ini akan memperlemah suara Golkar. Bila pada Pileg sebelumnya Golkar dapat 14 persen, mungkin kali ini 10 persen saja,” kata Hendri kepada wartawan, Senin (8/4).
Hendri menambahkan dengan kasus hukum yang menjerat kadernya, Golkar bakal mengalami kesulitan berada di posisi sebelumnya, yakni di dua besar.
Apalagi melihat dinamika politik dengan melajunya Gerindra dengan coattail effect Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Lalu, kemungkinan sodokan partai menengah lain yang berpeluang meraih tiga besar.
“Berat dua besar. Tiga besar perlu perjuangan. Mungkin di Pileg 2019 bisa jadi pencapaian terendah Golkar sejak pemilu berlangsung,” ujar Hendri.
Hendri menjelaskan, dengan sistem Pileg 2019 yang digelar serentak dengan pilpres bukan perkara mudah. Apalagi, selama ini Golkar identik dengan kekuatan kader individu.
Artinya, bila kader individu tersebut tersangkut kasus hukum maka suara akan berpengaruh. Ia mencontohkan Setya Novanto sebagai kader Golkar yang punya basis suara dari Nusa Tenggara Timur.
“Nah otomatis di daerah tersebut akan kekuranga suara dengan masuknya Setnov di kasus hukum. Golkar kuat di masing-masing individu,” kata Hendri.
Di Pileg 2014, Golkar berada di posisi kedua di bawah PDIP. Tiga besar hasil Pemilu 2014 adalah PDIP dengan perolehan 18,95%, Golkar 14,75%, Gerindra 11,81%.
Sejak Reformasi dengan pemilihan langsung, Golkar konsisten minimal menembus dua besar. Bahkan di Pileg 2004, Golkar pernah menjadi juara dengan 21,58 persen.
Seperti diketahui, dalam beberapa pekan terakhir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kader Golkar yang juga anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.
Bowo yang juga terdaftar sebagai caleg DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah II yang mencakup Kudus, Demak dan Jepara ditangkap KPK pada akhir Maret (27/3). Dia diduga menerima suap dalam kasus terkait distribusi pupuk.
Belum reda kasus Bowo Sidik Pangarso, Golkar kembali dilanda badai. Pada Senin (1/4), KPK memeriksa dan menahan kader Golkar, Markus Nari.
Kader Golkar dari Toraja, Sulawesi Selatan itu memang telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 19 Juli 2017. Namun baru diperiksa dan ditahan sekarang pada awal pekan lalu.
Markus Nari, anggota Fraksi Golkar di Komisi VIII DPR RI itu merupakan bagian dari gurita kasus E-KTP yang melibatkan Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
Tak hanya itu, seorang politikus senior Partai Golkar yang juga mantan wakil gubernur Bali, I Ketut Sudilerta, ditangkap penyidik Polda Bali pada 4 April lalu.
Polisi menangkap dan menahan Sudikerta yang juga merupakan caleg DPR RI Partai Golkar untuk Dapil Bali itu diduga melakukan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana pencucian uang senilai Rp 150 miliar.
Artikel ini ditulis oleh: