Deputi Direktur Bidang Advisory dan Pengembang Ekonomi Kantor Perwakilan BI Sulut MHA Ridhwan mengatakan, masyarakat tidak perlu panik atau bereaksi emosional terkait pelemahan rupiah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, mengaitkannya dengan pengalaman krisis di masa lalu, yakni tahun 1998.
Karena berbeda dengan sebelumnya depresiasi nilai tukar Rp/USD saat ini terutama lebih disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu perang dagang AS-China, kenaikan suku bunga The Fed, kekhawatiran terhadap dampak rambatan pelemahan nilai tukar sejumlah negara Emerging, serta kenaikan harga minyak dunia.
Sementara itu, kondisi fundamental makroekonomi nasional kita masih relatif baik, yang terutama terlihat yakni pertumbuhan ekonomi masih meningkat, tumbuh di atas atau lebih dari 5 persen, inflasi yang relatif terjaga 3,2 persen, CAD/ current account deficits terhadap PDB sebesar 3 persen.
Diketahui, nilai tukar negara emerging tersebut telah mengalami pelemahan sepanjang tahun 2018 ini, yakni Argentina (52 persen), Turki (42 persen), Afsel (19 persen), Brazil (20 persen), India (11 persen), Tiongkok (5 persen), sementara jika dibandingkan Rupiah dalam periode yang sama baru mencapai 9 persen.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid