Jakarta, Aktual.com — Pembangunan proyek infrastruktur hingga 2019 nanti ditargetkan menelan biaya sebanyak Rp5.500 triliun. Namun sayangnya, pembiayaan dalam negeri dianggap tidak mencukupi.

Untuk itu, disarankan pembiayaan untuk pengembangan proyek infrastruktur itu bisa menggunakan dana utangan, baik melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), atau utang bilateral ke luar negeri.

“Dari Rp5.500 triliun itu, dana APBN hanya bisa menyediakan 20 persen atau sekitar Rp1.100 triliun. Makanya perlu ada pendanaan dari luar negeri,” tegas Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Roeslani di Jakarta, Rabu (6/4).

Namun demikian, Rosan mengingatkan, jika dana itu hasil utangan maka akan ada kepentingan-kepentingan dari negara si kreditur itu. Antara lain, kata dia, negara pemberi utang akan meminta bahan baku barang modal dari proyek itu berasal dari negara tersebut.

“Makanya, jika dana itu berasal dari utang bilateral, biasanya ada syarat penggunaan konten (bahan baku) dari negara peminjam itu. Hal ini yang perlu diantisipasi pemerintah,” ingat dia.

Lebih jauh Rosan menegaskan, untuk negera kreditur seperti Korea Selatan dan China, itu mewajibkan bahan bakunya berasal dari negara tersebut sebanyak 50 persen.

“Bahkan untuk Jerman sebanyak 80 persen dan Rusia bisa 100 persen, hanya Jepang yang menawarkan penggunaan bahan bakunya sekitar 30 persen,” papar dia.

Padahal, kata dia, penggunaan bahan baku barang modal itu harus menjadi perhatian penting pemerintah. Karena kalau banyak menggunakan bahan baku asing, tentu akan mengganggu industri konstruksi di dalam negeri.

“Karena yang terpenting momentum suatu kebijakan itu mestinya dapat dimanfaatkan oleh dunia usaha menjadi lebih bertumbuh,” papar dia.

Terkait momentum kebijakan pemerintah yang dapat menggerakan dunia usaha, Rosan mencontohkan penyelenggaraan Olympiade di China tahun 2008 lalu.

“Saat China menggelar Olympiade, industri baja di sana tumbuh pesat. Hal ini yang harus terjadi di Indonesia, mengingat sebentar lagi ada Asian Games,” tukas Rosan.

Maka dari itu, Kadin mengusulkan agar penggunaan dana dari SBN ini dapat ditingkatkan. “Sekarang porsinya masih 35 persen dari total Rp5.500 triliun. Itu saya rasa masih kurang,” tegas dia.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Konstruksi dan Infrastruktur, Erwin Aksa menyebut, terkait pendanaan selama ini memang menjadi hambatan utama pengembangan proyek infrastruktur itu.

Nilai proyek yang besar seperti pembangunan jalan, jalan tol, jalur kereta, pelabuhan, bandar udara, pembangkit listrik, dan lainnya harus dikelola tidak hanya demi terwujudnya infrastruktur itu, tapi juga menjadi saran memandirikan bangsam

“Dunia usaha mengharapkan adanya sinergis antara pemerintah, dunianusaha, dan kalangan ilmuan dalam pembangunan infrastruktur ke depan itu,” beber Erwin.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan