Jakarta, Aktual.com – Kebutuhan minyak dan gas (Migas) dalam negeri yang tinggi tak sejalan dengan produksi Migas dalam negeri yang semakin menurun. Hal itulah yang membuat pemerintah terpaksa melakukan impor Migas dari luar negeri.
Kepala Devisi Formalitas Satuan Kerja Khusus (SKK Migas) Didik Sasono Setyadi membenarkan produksi Migas dalam negeri yang kian turun dari tahun ke tahun.
”Sisi produksi Migas kita dari tahun ke tahun mengalami penurunan,” jelasnya dalam diskusi publik yang dimotori oleh Monitor dengan Tema ‘Tata Kelola Migas untuk Kedaulatan Negeri’ di Pulau Dua Senayan, Jakarta, Kamis (26/10).
Menurunnya produksi Migas itu, menurutnya, yang membuat pemerintah berinisiatif untuk mengimpor. Sebab kebutuhan negeri ini kian besar. Bukan hanya berimbas pada peningkatan impor Migas, menurunnya produksi Migas dalam negeri kata dia juga berdampak pada dicabutnya subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi masyarakat keci.
“Jangan kita berpikir mau meminta subsidi dari negara,” tegasnya sembari menjelaskan bahwa subsidi BBM juga merupakan salah satu penyebab dari tingginya angka Impor Migas.
Dikatakannya, SKK Migas tak mampu berbuat banyak untuk mengatasi hal itu. Sebab, berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, SKK Migas hanya diberi mandat untuk melakukan survei dan mencari titik-titik sumber minyak sampai ke hulu. Tidak sampai pada tugas memproduksi minyak.
”Produksi minyak tugas yang lain pula,” urainya.
Namun demikian, lanjutnya, hal itu berbeda dengan gas bumi. Disitu, SKK Migas punya peranan yang lebih komplit. Yakni dari mulai memproduksi gas, hingga menjualnya.
“Karena gas setelah diproduksi harus langsung dijual, tak bisa disimpan seperti minyak,” bebernya.
Selain Didik, hadir pula dalam diskusi publik ini VP Corporate Comunication PT Pertamina Adiatma Sardjito, Direkrut Energy Watch Mamit Setiawan, Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian ESDM Hadi M. Djuraid,
Artikel ini ditulis oleh: