Semarang, Aktual.com — Produksi kain troso khas Jepara terkena imbas penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang rupiah karena bahan bakunya yang harus didatangkan dari India.

“Selama ini memang kami mendatangkan bahan baku dari India karena belum ada bahan baku lokal yang kualitasnya menyamai bahan baku impor tersebut,” kata Ketua Koperasi asosiasi tenun troso, tekstil, dan konveksi Jepara (Asttika) Ahmad Fahrudin di Semarang, Jumat (4/9).

Semenjak penguatan dolar AS tersebut, harga bahan baku impor juga mengalami kenaikan. Meski tak lebih dari 30 persen, kenaikan tersebut cukup berpengaruh terhadap produksi kain troso mengingat sebagian besar para pelaku industri tersebut adalah sektor kecil.

Menyikapi kenaikan harga bahan baku tersebut, pihaknya pernah mencoba menggunakan benang hasil produksi salah satu perusahaan di Jawa Barat, tetapi benang tersebut kaku sehingga juga terasa kaku ketika menjadi sebuah kain.

“Untuk benang yang kami pakai di antaranya jenis AA dan Himalaya. Kami tidak bisa menggunakan sembarang benang karena benang harus lentur tetapi tidak mudah patah mengingat cara membuatnya ditenun,” katanya.

Bahkan, karena pembuatannya melalui proses tenun bukan mesin tersebut, waktu pembuatan bisa sampai 1 bulan bahkan lebih. Cepat atau lambatnya proses pembuatan tergantung dari cuaca, jika musim kemarau pembuatannya lebih cepat karena proses pengeringan benang juga lebih cepat.

Sementara itu, penguatan dolar AS tidak hanya berdampak pada kenaikan harga bahan baku tetapi juga memengaruhi daya beli masyarakat. Menurut dia, sudah beberapa bulan terakhir ini daya beli masyarakat mengalami penurunan bahkan mencapai 40 persen.

“Kami sudah berupaya untuk menurunkan harga produk-produk stok, tetapi ternyata peminatnya belum kembali seperti sedia kala,” katanya.

Biasanya, pada kondisi normal, Koperasi Asttika yang memiliki anggota 20 pengrajin tersebut setiap bulannya bisa mengirim ratusan lembar kain ke beberapa daerah di luar Jawa.

“Kebanyakan ke Bali, biasanya motif yang diminati di sana adalah motif saraswati, selain itu kami juga mengirim ke Jakarta dan Mataram,” katanya.

Mengenai harga, untuk perlembar kain dengan panjang 2,2 meter dan lebar 1,1 meter tersebut mulai dari Rp200 ribu-600 ribu. Tinggi rendahnya harga tersebut tergantung dari motif kain troso.

“Biasanya yang motifnya banyak itu lebih mahal karena pembuatannya lebih sulit dibandingkan yang polos atau motif sedikit. Kalau sebelumnya kami juga menjual yang harga Rp1 juta/lembar, tetapi sekarang belum produksi lagi karena irit bahan baku,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: