Dari kiri, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, Deputi Bidang Statistik Sosial M Sairi, Country Manager dari United Nation Office on Drugs (UNODC) Collie Brown dan Direktur Analisa Perundang-Undangan Bappenas Diani Sadiawati saat rilis Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2015 di Badan Pusat Statistik, Jakarta, Senin (22/2). Indeks Perilaku Anti Korupsi Indonesia 2015 sebesar 3,59 lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2014 yakni sebesar 3,61 yang ditujukan untuk mengukur tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku korupsi. ANTARA FOTO/Teresia May/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla harus menyiapkan dana segar Rp4,7 triliun jika menjalankan rekomendasi hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang penguatan partai politik (parpol).

Direktur Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan memaparkan, angka Rp4,7 triliun itu didapat dari hasil penelusuran kebutuhan anggaran 10 partai yang memiliki kursi di DPR. Kata dia, 10 parpol tersebut jumlah kebutuhan anggarannya mencapai nominal Rp9,3 triliun.

Rinciannya, Rp2,6 triliun untuk kebutuhan partai ditingkat pusat, Rp2,5 triliun di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten atau kota sebesar Rp4,1 triliun.

Dari Rp9,3 triliun itu, kemudian KPK meminta saran dan pendapat antara lain kepada pihak Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Totalnya Rp9,3 triliun. Dari situ partai tanggung setengah atau Rp4,7 triliun dan negara lewat alokasi anggaran menanggung setengahnya, yakni Rp4,7 triliun. Jadi kosenpenya negara 50 persen partai 50 persen,” kata Pahala saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/11).

Lebih jauh dijelaskan Pahala, uang Rp4,7 triliun itu tidak semua langsung diberikan. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, bahkan menyentuh ke arah kinerja partai untuk mempertanggungjawabkan.

“Tidak sekaligus, kita perhitungkan 10 tahun mulai dari 5 persen sampai 50 persen, tergantung kinerja partai, ada instrumen yang kita lekatkan untuk pertanggungjawaban partai,” jelasnya.

Menurutnya, anggaran yang diberikan ini harus bisa dijelaskan oleh parpol kemana saja pengeluarannya. Karena tujuannya untuk penguatan partai, seperti halnya pendidikan politik dan kaderisasi, setiap parpol harus bisa mencapainya.

“Kalau komponen etik transparan rekrutman dan kaderisasi berjalan seperti yang kita bayangkan kita sebut kinerja yang baik dan negara pada sampai 50 persen. Sementara 50 persen (dana) dari partai kita sebut matching. Kalau partai berhasil kumpulkan iuran, itu buktikan partai ada basis massanya ada anggota yang mau iuran,” paparnya.

Untuk bisa menjalankan rekomendasi ini, sambung dia, harus ada payung hukum lebih dulu. Seperti halnya dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 atau revisi Undang-Undang tentang Parpol yang bisa masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017.

“Berikutnya kita akan sampaikan yang paling cepat ada dua lewat Revisi PP Nomor 5 Tahun 2009, karena disebut Rp 108 persuara, sekarang jadi Rp10. 500 per suara, atau lebih solid masuk ke UU Parpol, menurut perwakilan Kementerian Hukum dan HAM bisa dimungkinkan masuk prolegnas 2017,” ungkapnya.[M Zhacky Kusumo]

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid