Jakarta, aktual.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah merampungkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk daerah ibu kota negara baru yang luasnya 256.000 hektare di Kalimantan Timur.
Pemerintah dan pihak terkait lainnya akan menjadikan hasil kajian lingkungan itu sebagai dasar dalam melakukan pembangunan secara berkelanjutan di wilayah ibu kota negara yang baru.
“Kajian kami sudah 256.000 hektare. Bahkan sebenarnya lebih dari itu. Yang namanya konsep kota sebagai growth center (pusat pertumbuhan) menyebabkan kami juga harus melakukan kajian pada satellite city-nya (kota satelitnya),” kata Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Wijayanti di Jakarta, Jumat (20/12).
Lokasi yang dipilih sebagai target kajian terletak di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang kaya keanekaragaman hayati. Dengan konsep forest city hutan atau bush capital, ibu kota yang berada di kawasan hutan, ibu kota negara Republik Indonesia yang baru akan diwujudkan dalam bentuk sebuah kota modern dengan sebuah ekosistem hutan hujan tropis khas Kalimantan.
KLHS, menurut Laksmi, akan digunakan untuk memastikan semua faktor dalam pembangunan berkelanjutan diterapkan dalam pembangunan ibu kota negara yang baru di wilayah yang sebagian meliputi lubang-lubang bekas tambang yang ditinggalkan.
Kondisi ibu kota baru
Berdasarkan KLHS ibu kota negara baru, Laksmi mengatakan, 40 persen dari 256.000 hektare (ha) area yang dicadangkan merupakan area hijau yang ditujukan sebagai kawasan konservasi.
Laksmi mengatakan bahwa sejak September 2019, tim KLHK melakukan kajian ekologi serta ekonomi, sosial, dan budaya di Kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara, yang sebagian kawasan hutannya telah dikonversi menjadi lahan budi daya Eucalyptus sp. dan Acacia sp. oleh PT ITCI Hutani Manunggal (IHM).
Kecamatan Sepaku merupakan wilayah administratif kedua terbesar di Penajam Paser Utara. Luasnya 117.236 ha atau 35,2 persen dari luas kabupaten tersebut.
Wilayah kecamatan itu meliputi 11 desa dan empat kelurahan. Mayoritas penduduknya transmigran dari Jawa yang kebanyakan beragama Islam dan sebagian lainnya Kristen Protestan, Katolik, dan Hindu. Mereka umumnya bertani, menggarap lahan dengan luas antara 0,25 ha sampai 15 ha untuk menanam pagi, sayuran, karet, dan kelapa sawit.
Menurut hasil identifikasi tim KLHS KLHK, kemungkinan tumpang tindih lahan kepemilikan masyarakat sangat kecil karena proses pembuatan Surat Keterangan Tanah sudah menggunakan Geographical Positioning System (GPS).
Potensi konflik dengan perusahaan, menurut tim juga sangat kecil karena perusahaan sudah menyediakan sebagian lahan untuk area berkebun warga.
Ekologi daerah ibu kota baru
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi KLHK Agus Justianto mengatakan, berdasarkan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Meratus, area ibu kota negara baru berada dalam wilayah tertentu dengan blok Hutan Produksi-Pemberdayaan Masyarakat.
Sedangkan data primer dan sekunder menunjukkan, bentang alam kawasan hutan di daerah ibu kota negara baru meliputi hutan sekunder produktif dan areal lindung yang memiliki nilai konservasi tinggi untuk mendukung keanekaragaman hayati dan ekosistem alami.
Daerah ibu kota negara baru merupakan tempat ekosistem alami hutan hujan Dipterokarpa dataran rendah atau dataran tinggi, serta ekosistem hutan karst berupa hutan sekunder yang mendukung kehidupan beragam flora dan fauna lokal. Daerah sempadan sungai dan daerah yang sangat terjal di wilayah itu tidak ditanami dan dipertahankan sebagai kawasan lindung.
Agus mengatakan bahwa di daerah ibu kota negara baru ada beberapa jenis flora yang dicatat PT IHM berstatus dilindungi pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2016 Tahun 2018, CITES, dan IUCN Red List seperti Shorea spp., Eusideroxylon zwagerii, Aquilaria malaccensis, Dryobalanops beccarii dan Agathis sp.
Daerah itu juga merupakan tempat tumbuh akasia dan ekaliptus serta tumbuhan invasif seperti Ageratum conyzoides, Melastoma malabathricum, Solanum sp., Mimosa pudica, Clibadium surinamensis, Lantana camara, dan Polygonum chinensis.
Jenis flora yang dilindungi dan terancam punah sebagian besar berada di kawasan lindung, terutama di Gunung Parung dan areal hutan berbukit, Daerah Perlindungan Satwa Liat, sempadan sungai, serta areal hasil delineasi kajian High Conservation Value Forest (HCVF).
Kawasan lindung dan hutan tanaman di daerah ibu kota baru juga merupakan tempat hidup fauna seperti babi hutan, beruk, kijang kuning, kukang, macan dahan, monyet ekor panjang, owa-owa, rusa, tupai, dan elang brontok.
Data sekunder milik PT IHM menunjukkan bahwa ada 79 jenis fauna di dalam kawasan hutan tanaman dengan perincian 25 jenis mamalia, 42 jenis burung, dan 12 jenis reptil yang masing-masing memiliki status konservasi berdasarkan IUCN Red List 2019, CITES, dan PP 106 Tahun 2018.
Rekomendasi
KLHS buatan KLHK mencakup sejumlah rekomendasi untuk pembangunan ibu kota negara yang baru.
Menurut kajian itu, perubahan fungsi lahan di daerah ibu kota baru sebaiknya mempertimbangkan areal yang teridentifikasi memiliki nilai keanekaragaman hayati tinggi dan menjadi tempat hidup bagi jenis-jenis flora dan fauna yang perlu dilindungi dan dipertahankan kelangsungan hidupnya.
KLHS juga merekomendasikan penyambungan koridor satwa dengan areal kawasan hutan alam yang berdekatan. Gunung Parung disambungkan dengan Kawasan Konservasi Perairan Nasional dan Kawasan Lindung dekat area hutan alam produksi di PT ITCI Kartika Utama.
Pemerintah selain itu disarankan menjaga dan mempertahankan keberadaan ekosistem hutan karst dengan luas sekitar 558 ha di wilayah ibu kota baru.
Rekomendasi dalam KLHS selanjutnya berkaitan dengan pengubahan fungsi sebagian lahan menjadi kawasan lindung dan konservasi untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem asli setempat.
Penyusun KLHS ibu kota negara yang baru juga menyampaikan rekomendasi ekonomi, sosial, dan budaya dan mengemukakan pentingnya penanganan potensi dampak sosial akibat kekhawatiran warga yang masih bekerja di perusahaan PT IHM akan kehilangan pekerjaan, antara lain dengan memberikan alternatif sumber penghidupan.
Perubahan fungsi kawasan hutan untuk keperluan pembangunan ibu kota negara yang baru juga sebaiknya bisa membuka peluang bagi mereka untuk terlibat dan mendapatkan manfaat ekonomi.
Pembukaan hutan dan penyiapan lahannya di areal HPK tentunya juga harus dilakukan secara parsial, tidak secara total, disesuaikan dengan kebutuhan sebagai upaya untuk melindungi kondisi hutan yang ada menurut KLHS KLHK.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Sigit Hardwinarto mengatakan bahwa sesuai arahan Presiden, pembangunan ibu kota negara harus dilakukan sekaligus dengan pemulihan lingkungan.
“Yang kita kawal ya perlindungan dan pemulihannya. Kita dalami kebijakan yang tepat untuk arahan tersebut. Lalu menyusun pedoman dan model pengelolaan keanekaragaman hayati di sekitar kawasan IKN (ibu kota negara),” katanya. (Eko Priyanto)
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin