Jakarta, aktual.com – Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) menilai dugaan penyimpangan dalam perpanjangan konsesi Tol Cawang–Pluit telah menimbulkan risiko kerugian negara dalam skala besar.

Perpanjangan konsesi yang diberikan kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) hingga 2060 tanpa proses lelang dinilai tidak hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga merugikan keuangan negara, karena hak pengoperasian jalan tol tidak kembali ke pemerintah melalui BUMN sebagaimana mestinya.

Ketua Umum KAKI Arifin Nurcahyono menegaskan bahwa skema konsesi tersebut seharusnya dikembalikan kepada negara pada 2025 sesuai kontrak awal. Namun, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) memperpanjangnya lebih awal pada 2020 tanpa pelelangan, sehingga negara kehilangan peluang mendapatkan skema investasi terbaik.

“Potensi kerugian negara mencapai puluhan triliun rupiah, karena negara tidak bisa mengoperasikan kembali tol ini melalui BUMN,” ujarnya.

Selain itu, Arifin mengingatkan bahwa masyarakat ikut menanggung dampaknya. Dengan perpanjangan konsesi, publik kehilangan kesempatan menikmati layanan Tol Cawang–Priuk–Ancol–Pluit secara gratis setelah masa konsesi berakhir.

“Ini bukan hanya kerugian negara, tetapi kerugian langsung bagi masyarakat yang seharusnya bisa menikmati jalan tol ini tanpa bayar setelah kontrak berakhir,” katanya.

Temuan lain yang memperkuat dugaan penyimpangan berasal dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester I Tahun 2024, BPK menyoroti pengembangan tol layang Ancol Timur–Pluit yang diduga tidak melalui mekanisme pelelangan. Ketidaksesuaian prosedur tersebut dinilai merugikan pemerintah, karena tidak mendapatkan skema investasi terbaik dari badan usaha jalan tol.

Arifin menilai rangkaian temuan tersebut cukup kuat untuk menaikkan status kasus ke tahap penyidikan. Ia mendesak Kejaksaan Agung segera memeriksa pemilik CMNP Jusuf Hamka, serta mantan pejabat BPJT yang diduga terlibat dalam proses perpanjangan konsesi.

“Kami mendesak Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan ulang terhadap Jusuf Hamka dan mantan pejabat BPJT. Penggeledahan kantor CMNP dan rumah Jusuf Hamka penting dilakukan untuk mengamankan bukti sebelum hilang,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa KAKI khawatir semakin lamanya proses penyelidikan akan memunculkan risiko hilangnya bukti penting yang dapat memperkuat pembuktian tindak pidana korupsi.

“Kejagung tidak boleh menunda. Penanganan lambat justru membuka peluang penghilangan bukti,” katanya.

KAKI menegaskan percepatan proses hukum menjadi bagian dari upaya mengembalikan hak negara atas aset strategis yang selama ini dikuasai pihak swasta melalui konsesi yang diduga tidak sah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain