Sejumlah Petani Kendeng menyemen kakinya sebagai bentuk penolakan terhadap Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/6 Tahun 2017, Jakarta, Senin (13/3/2017). Dalam aksinya para petani Kendeng menolak Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pemerhati anak dan perempuan, Roostien Ilyas, menyayangkan demonstrasi cor kaki menggunakan semen oleh warga atau petani Kendeng yang menolak pembangunan pabrik semen di depan Istana Negara, Senin (13/3).

Bukan soal pabrik semennya, melainkan keterlibatan kaum perempuan di garis terdepan dalam aksi tersebut. Ia menyebut kaum perempuan dalam aksi tersebut dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh pimpinan aksi.

“Perempuan ditugaskan mengecor kaki, perempuan diposisikan sebagai ujung tombak demo. Keseluruhan itu membuat resiko dan akibatnya lebih besar pada perempuan,” terang Roostien dalam keterangannya, Senin (13/3).

Menurutnya, memposisikan perempuan dalam aksi cor kaki di garda depan sebagai tindakan tidak etis dan bertentangan dengan cita-cita Raden Ajeng Kartini. Selain secara biologis, cor kaki bisa berdampak pada sulitnya seorang perempuan mempunyai keturunan.

“Sebagai aktivis perempuan saya berpendapat bahwa hal tersebut adalah bentuk eksploitasi bagi seorang perempuan, karena dengan menyemen kaki bisa mengganggu reproduksi seorang perempuan,” kata Roostien.

Dalam melakukan aksi, lanjutnya, sebenarnya ada cara lain yang bisa ditempuh selain menggunakan perempuan di garda terdepan. Seharusnya sebelum menggelar aksi didahului dengan diskusi yang meninjau dari berbagai aspek. Baik aspek sosiologis maupun aspek medis dan psikologis.

“kalau pilihan mereka dalam aksi harus dengan membeton, menyemen kaki, kenapa pelakunya harus perempuan?,” tanya Roostien.

Untuk diketahui, pada 5 Oktober 2016 Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 99 PK/TUN/2016 yang mengabulkan Gugatan Petani Kendeng dan mencabut Izin Lingkungan Pembangunan dan Pertambangan Pabrik PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang.

Sebelumnya, pada 02 Agustus 2016 Presiden Jokowi juga menerima Petani Kendeng dan memerintahkan Kantor Staf Presiden bersama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan menunda semua izin tambang di Pegunungan Kendeng.

Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam kesimpulan awal menyebutkan bahwa Kawasan Cakungan Air Tanah Watu Putih di Kendeng merupakan kawasan Karst yang harus dilindungi secara Lingkungan Hidup dan tidak boleh di tambang.

Walaupun sudah ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan Hukum Tetap dan Perintah Presiden untuk moratorium Izin, nyatanya pada 23 Februari 2017 Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kembali mengeluarkan Izin Lingkungan.

Atas keputusan itu, petani Kendeng menggelar aksi pasung dengan ‘mengecor’ kaki menggunakan Semen Gresik/Indonesia dan Semen Tigaroda. Aksi itu disampaikan sebagai tanda protes atas matinya dan tidak berdayanya hukum sekaligus menagih janji serta keberanian Presiden Jokowi.

Artikel ini ditulis oleh: