Kuningan, Aktual.co – Akhir pekan lalu, Forum Silaturahmi Tata Ruang Peradaban digelar di Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Seminar ini dilakukan dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan dan negara dalam perspektif budaya Pancasila dan sesuai amanat pembukaan UUD 45. 
Penunjukan Paseban Tri Panca Tunggal sebagai tuan rumah seminar bukan tanpa alasan. Kiai Madrais, pendiri Kapangeranan Gebang Kinatar, pemilik Paseban, merupakan sosok yang gigih melawan pemerintahan kolonial Belanda. 
Kiai Madrais adalah keturunan dari Kesultanan Gebang, sebuah kesultanan di wilayah Cirebon Timur. Ketika pemerintah Hindia Belanda menyerang kesultanan ini, Madrais diungsikan ke daerah Cigugur. 
Sang pangeran yang juga dikenal sebagai Pangeran Sadewa Alibasa, dibesarkan dalam tradisi Islam dan tumbuh sebagai seorang spiritualis. 
Ia mendirikan pesantren sebagai pusat pengajaran agama Islam, kemudian mengembangkan pemahaman yang digalinya dari tradisi pra-Islam masyarakat Sunda yang agraris. Ia mengajarkan pentingnya menghargai cara dan ciri kebangsaan sendiri, yaitu Sunda.
Oleh pemerintah Belanda, Madrais belakangan ditangkap dan dibuang ke Ternate, dan baru kembali sekitar tahun 1920 untuk melanjutkan ajarannya.
Namun, kehidupan pengikut Kiai Madrais kini terusik. Sebabnya, mereka khawatir dengan rencana eksplorasi dan ekpsloitasi geothermal yang dilakukan Chevron. Ika Kartika, salah satu warga mengatakan, saat ini warga terus berjuang supaya proyek ini dihentikan. 
Soalnya Gunung Ciremai merupakan sumber air warga. Kalau Chevron jadi beroperasi, dikhawatirkan mengurangi produksi air. Selain itu, di kawasan tersebut terdapat situs atau petilasan Pangeran Madrais. Jadi proyek ini membuat situs tersebut tergusur, dan akan menghilangkan nilai sejarah.

Artikel ini ditulis oleh:

Warnoto