Jakarta, Aktual.com – Para pekerja dari kalangan perempuan diyakini masih mengalami tindak pelecehan di tempat kerjanya. Terutama bagi kaum hawa yang bekerja menjadi buruh di pabrik, seperti garmen atau pabrik lain yang dominan tenaga kerja perempuannya.
“Pelecehan seksual (sexual harassment) menjadi tantangan besar di banyak tempat kerja. Terutama di tempat kerja seperti garmen, pariwisata, dan hotel,” ucap aktivis LSM KSBSI, Nadia Pralitasari, di sela diskusi KSBSI dan WageIndikator di Jakarta, Rabu (19/10).
Untuk itu, dirinya dan LSM lain siap untuk mengajukan ke para wakil rakyat di parlemen agar bisa digolkan RUU Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan.
“Kalau tahun ini sih ga mungkin. Kita dorong tahun depan agar bisa masuk Prolegnas,” harap dia.
Dia pun mengacu ke kasus di Afrika Selatan yang mengalami kasus yang sama, yakni kekerasan seksual (termasuk pelecehan seksual) di tempat kerja, dalam berbagai macam bentuk. Namun di sana sudah relatif banyak proteksi regulasinya.
Kekerasan seksual dapat berupa komentar seksual, menyentuh di bagian yang tak pantas, hingga aksi pemerkosaan.
“Sebenarnya dari konyeks kedua negara ini sama-sama memiliki regulasi untuk memerangi kekerasan seksual terhadap perempuan. Kita punya KUHP sementara Afsel memiliki UU Labour Relations, Employment Equity dan Konstitusi Afsel. Mereka lebih banyak regulasinya,” papar Nadhia.
Dia menambahkan, meski sudah ada panduan tri partit antara ILO, Kemenaker dan Apindo terkait pelaporan kekerasan seksual, namun srlama ini belum memiliki kekuatan hukum sehingga masih sangat minim pelaporan terkait kekerasan khususnya pelecehan seksual. Bahkan Komnas Perempuan sangat jarang menerima laporan pelecehan seksual.
“Mereka yang menjadi korban kebanyakan tak lapor karena takut. Bisa jadi posisinya sebagai bawahan, atau justru mereka tidak tahu definisi pelecehan seksual yang khusus, dianggapnya masih wajar-wajar saja. Padahal kategori pelecehan seksual,” tegas Web Manager Gajimu.com ini.
“Rencananya hal seperti itu, akan diperkuat dalam RUU tersebut. Kita minta dibahas tahun depan agar bisa masuk Prolegnas 2017,” imbuhnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Gajimu.com, hanya ada 7 dari 110 perjanjian kerja sama (PKB) yang mencantumkan klausul terkait pelecehan seksual, dan 39 dari 110 PKB mencantumkan larangan tindakan asusila beserta mekanisme sanksi SP 3.
“Ada satu case pelecehan seksual buruh di perkebunan sawit di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat yang bisa terselesaikan dengan hukum adat. Memang perlu bantuan hukum, kalau mengurus sendiri bisa sampai 2 tahun prosesnya,” kata Nadhia.
Temuan lainnya, Studi ILO pada 2014 terkait pelecehan seksual di industri garmen, dari 1.223 pekerja wanita di 44 pabrik garmen di Indonesia berusia 26 hingga 30 tahun yang sudah bekerja 1-2 tahun lebih terbuka melaporkan pelecehan seksual dibanding negara tetangga seperti Vietnam.
Temuan lain, pada 2014, dari 981 tenaga kerja wanita yang bekerja di Hongkong, dimana 525 berasal dari Filipina dan 456 berasal dari Indonesia, 6,5% nya mengalami pelecehan seksual.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid