Jakarta, Aktual.com – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Badan Intelejen Negara (BIN) menjadi sorotan dalam pembubaran acara deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya, baru-baru ini.
Bahkan di Pekanbaru, salah satu penggerak acara itu, Neno Warisman, diusir dari ibukota Provinsi Riau itu untuk dipulangkan secara paksa ke Jakarta.
Presidium Persatuan Pergerakan Andrianto SIP menanggapi peristiwa pengusiran Neno Warisman dari Pekan Baru Riau saat hendak menghadiri deklarasi #2019GantiPresiden belum lama ini.
“Saya minta Polri dan BIN kembali jadi alat negara, bukan alat penguasa,” ujar Andrianto, Selasa (28/8).
Menurut Andrianto, tidak ada yang salah dan dilanggar masyarakat dalam gerakan deklarasi #2019GantiPresiden. Sebagai pelayan dan pengayom masyarakat, kata Andrianto, Polri harus menjaga keamanan semua warga negara Indonesia selama mereka tidak melanggar Undang-Undang.
“Aspirasi masyarakat sepanjng bukan gerakan separatis bersenjata itu adalah hak yang dijamin UU. Lagipula (#2019GantiPresuden) dalam koridor penyampaian pendapat saja,” katanya.
Andrianto membandingkan deklarasi#2019GantiPresiden dengan berkumpulnya pendukung Jokowi atas nama aktivis 98 di Kemayoran beberapa waktu lalu. Begitu juga dengan relawan Jokowi yang berkumpul di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Dua acara yang berbeda waktu dan tempat ini diketahui dihadiri Jokowi.
Hal ini belum ditambah dengan sejumlah menteri yang nyata-nyata dan terbuka juga menghimbau agar masyarakat memilih Jokowi dalam Pilpres tahun depan. Dua menteri yang telah melakukan kampanye untuk Jokowi di sela tugasnya adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo.
“Suasana batin publik hari ini ada phobi seakan gerakan ganti presiden adalah musuh yang harus diberangus. Era Gus Dur khan polri bisa lepas dari ABRI. Sudah layak dipertimbangkan Polri di bawah domain sipil. Polri tuh alat sipil,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan