Jakarta, Aktual.com – Berbagai kampanye antirokok di Indonesia ternyata mendapat dukungan dana dari luar negeri. Salah satu lembaga yang mengucurkan dana untuk kampanye antirokok adalah Bloomberg Initiative (BI).
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar Firman Subagyo membenarkan adanya hal tersebut. Menurutnya, ini adalah akal-akalan dari kepentingan dan persaingan usaha sektoral.
“Mereka itu memang dapat pendanaan dari Bloomberg. Meski katanya hibah saya yakin no free lunch. Segala sesuatu tak mungkin diberi tanpa imbalan. Ini terjadinya persaingan urat syaraf antara Bloomberg industri farmasi dengan industri keuangan ini,” ujar Firman Subagyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8).
Firman menilai, kepentingan itu untuk merubah rokok tembakau dengan produk kimia yang berdalih kadar nikotinnya lebih rendah. Agar juga, pasar lebih berminat dengan produk kimia tersebut sebagi pengganti rokok konvensional dengan alasan kesehatan.
“Kepentingan dagang. Kalau industri rokok dimatikan dengan dalih tembakau memiliki kadar nikotin tinggi, akan diganti produk kimia yang seolah-olah kadar nikotin rendah. Ini yang bahaya kalau itu terjadi Indonesia, karena dirugikan. Indonesia itu potensi industri rokoknya luar biasa,” ungkap Politikus Partai Golkar ini.
Menurut dia, produk kimia atau yang biasa disebut rokok elektrik justru beresiko lebih tinggi daripada rokok berbahan baku tembakau.
“Hasil penelitian Kemenkes sendiri mengatakan itu. Bahkan dokter melakukan riset tembakau itu untuk kesehatan. Positifnya banyak,” kata Wakil Ketua Baleg DPR ini.
“Kalau bicara asap kenapa mereka tidak meneliti asap itu. Kalau pabrik rokok mati 6,5 juta nganggur. Belum petani kita. Nanam tembakau itu budaya nenek moyang kita. Kretek itu ada heritage-nya,” tambah Firman.
Sebelumnya diberitakan, Lembaga filantropis milik pengusaha kondang Michael Bloomberg itu mengucurkan dana hingga jutaan dolar Amerika Serikat (USD) untuk berbagai lembaga di Indonesia dalam rangka program pengurangan penggunaan tembakau. Penerimanya ada lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, hingga instansi pemerintah.
*Nailin
Artikel ini ditulis oleh: