Sejumlah masyarakat mengenakan kaus #2019GantiPresiden di Car Free Day (CFD) di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (29/4/18). Kaus dan atribut lain dipakai masyarakat untuk olahraga. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Kampanye ganti presiden yang dilakukan banyak pihak, termasuk Neno Warisman, membuat sejumlah kalangan khawatir.

Peneliti Indonesian Publication Index (IPI) Karyono Wibowo menilai gerakan ini berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat. Pasalnya, tidak semua orang mendukung kampanye tersebut.

“Kampanye #2019GantiPresiden dilakukan dengan massa, maka bayangkan jika massa yang tidak setuju kampanye ganti presiden bertemu dengan massa yang setuju dengan kampanye ini. Kemudian terjadi gesekan, maka Neno dan kawan bertanggung jawab akan hal tersebut,” ujar Karyono di Jakarta, Sabtu (28/7).

Hal ini terindikasi saat Neno menyambangi Batam. Media setempat melaporkan jika sejumlah massa sempat menyampaikan keberatan dan penolakannya terhadap kehadiran Neno.

Massa yang melakukan penolakan itu membentangkan spanduk yang bertuliskan masyarakat Kepri waspada tolak ujar kebencian pemecah belah kesatuan bangsa, masyarakat Kepri tolak kedatangan Neno Warisaman CS tolak sara.

Karyono mengatakan, gerakan atau kampanye ganti presiden yang dilakukan secara massal sangat tidak tepat. Dia mensinyalir gerakan ini sesungguhnya telah ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.

“Bawaslu harusnya bisa melakukan investigasi terhadap gerakan Neno dan kawan-kawan. Apakah ada hubungannya dengan parpol. Saya berkeyakinan ada hubungannya,” tegasnya.

Upaya kampanye tersebut, menurut Karyono, bisa dikategorikan ‘mencuri start’. Seharusnya, kata dia, kampanye itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan oleh KPU.

“Ganti presiden itu kan sebenarnya mekanismenya sudah diatur yakni dengan pemilihan presiden. Di Indonesia setiap lima tahun sekali. Di Amerika Serikat setiap empat tahun sekali. Cuma di sini belum Pilpres sudah ada kampanye. Di AS sebelum waktunya kampanye tidak ada gerakan ganti presiden tersebut,” jelasnya.

Karyono berharap apapun yang dilakukan untuk mendulang elektabilitas partai ataupun calon presiden tidak membahayakan masyarakat. “Syahwat berkuasa boleh saja, tapi jangan mengakibatkan gesekan sosial,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan