“Telah ditetapkan Gathot Harsono sebagai tersangka selaku SVP Asset management PT. Pertamina,” kata Indarto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis 20 Juli 2017.

Berdasarkan penelusuran, penjualan aset tanah milik perusahaan pelat merah tersebut dilakukan pada 12 Oktober 2011. Pertamina yang ketika itu dipimpin Karen Agustiawan menjualnya kepada Mayjen TNI (Purn) Haposan Silalahi senilai Rp1,16 miliar.

Padahal harga NJOP tanah saat itu sebesar Rp9,65 miliar. Namun berselang 2,5 bulan kemudian, atau pada 27 Desember 2011 Haposan menjual kepada pihak ketiga yaitu Lydia Swandajani Setiawati seharga Rp10,49 miliar. Dalam laporan hasil audit BPK, jumlah kerugian negara kasus ini mencapai 40,9 miliar.

Atas permainan jual beli tanah ini, Staf Ahli Bidang Aset Pertamina Eko Djasa melaporkan para pihak ke Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) 10 April 2016 dengan tuduhan persekongkolan jahat. Singkatnya dugaan rasuah ini pun diusut Bareskrim Polri.

Sementara itu, Kanit II Subdit V Dittipidkor Bareskrim AKBP Wawan Sumantri mengatakan, penjualan aset tersebut tidak sesuai prosedur. Menurutnya dalam kasus ini tidak melibatkan korporasi (swasta) melainkan perorangan.

“Ya prosedur penjualannya yang salah. Dan ini bukan korporasi, jadi personal,” ujar Wawan di kantor sementara Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polri, Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (25/7).

Bahkan dia membeberkan bakal ada tersangka lain meski pihak ketiga dalam perkara ini yaitu Lydia Swandajani telah wafat sekitar tahun 2015. “Ibu Lydia itu sudah meninggal dua tahun lalu,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka