Jakarta, Aktual.com – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut pengangkatan Direksi maupun Komisaris di PT Pos Indonesia dinilai tidak sesuai dengan kapasitas, justru kental dengan muatan politik.
“Pengangkatan direksi dan komisaris kelihatan tidak sesuai dengan kapasitas, konteks politik kental disana,” tegas Boyamin saat diskusi ekonomi jaman now ! BUMN Loyo, Pak Pos Menerjang Badai: Kupas Tuntas Laporan Keuangan PT Pos Indonesia di UP2YU Cafe and Resto Cikini Menteng Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Lebih lanjut, Boyamin memprediksi Pos Indonesia kedepan tak mempunyai harapan lagi untuk bangkit, lantaran posisi komisaris dan direksinya bukanlah figur yang profesional.
“Pos Indonesia tidak punya harapan lagi, siap-siap saja ganti Pos swasta. Karena Komisaris dan direksi gak punya kapasitas, mereka hanya seperti cari makan saja disana,” tuturnya.
Lebih jauh, Boyamin pun membandingkan antara Kantor Pos Indonesia dengan Kantor Pos Amerika FeDex Express. Kata dia, Kantor Pos Amerika itu bisa jadi sponsor F1 tapi Pos Indonesia justru kebalikannya, membuat kotak pos justru disponsori perusahaan kretek ternama di Indonesia.
“Ini kebolak-balik kita,” katanya.
Sebelumnya, Boyamin adalah sosok yang kritis nasib Pos Indonesia dan dia pernah melaporkan dugaan korupsi di PT Pos Indonesia ke Kejaksaan Agung. Kata dia, ada dugaan penyimpangan pemberian tantiem atau bonus kepada direksi dan komisaris PT Pos Indonesia tahun 2017 padahal perusahaan dalam keadaan merugi. Hal itu berdasarkan laporan keuangan PT Pos Indonesia dalam tahun yang sama.
“Terdapat upaya merekayasa pembukuan sehingga seakan-akan mengalami keuntungan dengan cara penjualan aset berupa saham di Bank Mantap (Bank Mandiri Taspen Pos),” ujar Boyamin melalui keterangan tertulis, Selasa (12/12/2017).
Boyamin mengatakan, PT Pos Indonesia memberi uang sebesar Rp 5.359.000.000 kepada Direksi dan Komisaris perusahaan pada 2017. Dalam tahun yang sama, PT Pos Indonesia dinyatakan merugi berdasarkan neraca pembukuan keuangan perusahaan tahun 2017.
“Pemberian tantiem pada saat perusahaan merugi dapat dikategorikan merugikan negara yang mengarah ke tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian sebesar Rp 5.359.000.000,” kata Boyamin.
Terlebih lagi, tantiem diberikan setelah menjual aset berupa saham di Bank Mantap sebesar Rp 324,61 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 200 miliar dimasukkan sebagai pendapatan.
“Semestinya seluruh penjualan aset saham tidak boleh dimasukkan sebagai pendapatan yang menjadikan keuntungan,” kata Boyamin.
Boyamin mengatakan, angka penjualan tersebut dianggap terlalu murah. Hal ini menyebabkan perusahaan merugi. Di sisi lain, aset saham di Bank Mantap justru memberikan keuntungan sehingga tidak seharusnya dijual. Oleh karena itu, Boyamin menduga ada penyimpangan karena tidak ada perencanaan yang matang dan benar.
“Penjualan aset saham diduga semata-mata untuk mendapatkan keuntungan guna menutup keruguan sehingga berhak tantiem,” kata dia.
Bersamaan dengan laporan tersebut, Boyamin melampirkan bukti-bukti berupa laporan laba-rugi PT Pos Indonesia hingga daftar pembayaran tantiem kepada direksi dan komisaris perusahaan. Ia juga sudah menerima tanda terima laporan dari Kejaksaan Agung.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan