Keluar-masuknya arus pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata di DIY selama ini terfokus dari dan menuju Kota Yogya, baik jalur darat maupun udara. Sementara daerah/Kabupaten lain dianggap tidak terlalu penting seperti Gunung Kidul dan Kulon Progo.
Argumentasi ini lantas dijustifikasi dengan data-data survei tingkat kemiskinan penduduk di DIY terutama pedesaan untuk mendukung rencana pembangunan di pesisir selatan, dianggap sebagai daerah tertinggal bahkan kantung kemiskinan yang harus diberdayakan jadi pusat pertumbuhan ekonomi baru berbasis pariwisata.
Selanjutnya, potensi ekonomi yang dinilai sangat baik dibangun adalah NYIA (New Yogyakarta International Airport) beserta konsep Airport City di Kulon Progo, bertujuan memancing orang datang ke Yogya bukan lagi menuju kawasan kota melainkan ke wilayah pesisir selatan.
Skema pun berlanjut dengan didirikannya infrastruktur lain seperti pelabuhan perikanan, pertambangan pasir besi, KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) serta Kawasan Wisata Bahari di sepanjang pesisir selatan Gunung Kidul. Keseluruhan Kecamatan di wilayah pesisir selatan lalu dihubungkan oleh tol JLS (Jalur Lintas Selatan) agar membuka isolasi di seluruh wilayah selatan Jawa.
“Inilah ide utamanya. Tentu saja diamini Gubernur DIY sebagai pilihan strategis, diarahkan, sudah saatnya Yogya beralih dari wilayah pertanian yang ‘ndeso’ itu menjadi wilayah ekonomi maritim yang kaya berdasarkan pertumbuhan di kawasan pantai selatan,” ujarnya.
Gunung Kidul, sebagai wilayah paling ‘hijau’ dibentuk layaknya ‘ruang tamu’ baru, seluruh Kecamatan di wilayah ini atau Yogya secara umum ditata sedemikian rupa demi mengejar capaian 2 Juta pengunjung di DIY sesuai target nasional. NYIA Kulon Progo sebagai pintu masuk, memastikan orang yang datang betah di selatan Yogya serta menghabiskan banyak waktu disana.
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Andy Abdul Hamid