Hal ini dikuatkan dengan pengakuan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) DIY yang menyatakan pembangunan NYIA adalah momentum pertumbuhan investasi bidang properti pariwisata berupa hotel yang selama ini minim.
“Kedua, ide pembangunan pariwisata di DIY mendapat angin segar dari pemerintah pusat lewat penentuan 10 daerah pariwisata di Indonesia. Semuanya diarahkan sebagai prioritas 2015-2019. Oleh sebab itu, NYIA beserta Airport City-nya harus selesai pada 2019,” ucap Lhaksmi.
Rencananya, wisatawan mancanegara (wisman) asal Asia Tenggara bakal ditarik ke Yogyakarta melalui magnet Borobudur, sebab sebagian besar merupakan pemeluk agama Budha yang memiliki kedekatan personal dengan Borobudur, hal ini yang dimanfaatkan sebagai potensi pertumbuhan ekonomi pariwisata nasional.
Kementerian Pariwisata betul-betul membuka Yogya seluas-luasnya, tak hanya dari darat tapi juga udara dan laut. Untuk jalur laut, wisman yang tengah berlayar di laut utara Jawa diupayakan mampir ke Yogya lewat pelabuhan Semarang, karenanya dibangun tol Bawean-Jogja yang memiliki waktu tempuh tak lebih dari 3 jam, skema ini juga diintegrasikan dengan NYIA dan Airport City Kulon Progo.
“Nanti akan ada badan otorita khusus yang mengatur integrasi infrastruktur dimana Borobudur sebagai pusat daerah pariwisata nasional,”
Implikasi kebijakan ini kata dia bisa dilihat dari banjirnya anggaran pengelolaan segala macam sarana dan infrastruktur seperti pembangunan jalan baru, pengembangan kawasan pemukiman, revitalisasi, rekonstruksi dan sebagainya yang semuanya mencakup seluruh Kabupaten di DIY.
“Ketiga. Satu lagi komponen utama skema pariwisata DIY adalah masyarakat, melalui program Desa Wisata. Inilah salah satu dalih lagi bagaimana membangun desa dengan pariwisata supaya mendatangkan uang,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Andy Abdul Hamid