Jakarta, Aktual.com – PT Freeport Indonesia diminta untuk tak banyak tingkah dalam kiprahnya di Indonesia. Mestinya, apa pun aturan yang diminta pemerintah wajib diikuti perusahaan asal Amerika Serikat itu.
Apalagi harus diingat, Freeport beroperasi bukan di tanah milik negaranya, sehingga harus tunduk kepada regulasi Indonesia. Apalagi memang kinerja saham Freeport sendiri tengah anjlok, jika terus membuat kisruh sentimen pasar tak menyambut positif terhadap saham Freeport.
“Mestinya, Freeport bisa bekerja sama dengan pemerintah. Freeport harus sadar, mereka menambang di negara lain bukan di tempat Freeport tersebut berasal. Dan sudah berapa besar yang mereka keruk untuk dimanfaatkan demi kepentingan mereka dibandingkan manfaat yang diperoleh untuk Indonesia?” cetus analis senior Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, di Jakarta, Rabu (22/2).
Menurutnya, jika mereka pun melakukan perubahan perizinan seperti yang diinginkan Pemerintah, Freeport tetap tidak kehilangan lokasi penambangan dan dapat terus melakukan kegiatan operasional seperti biasanya, hingga akhir masa kontrak dimana nanti dapat dinegosiasikan untuk diperpanjang kembali.
“Toh, Pemerintah pun belum akan langsung melakukan nasionalisasi baik secara halus maupun paksa, sehingga akan sangat baik bagi Freeport untuk bisa bekerja sama dengan pemerintah,” kata Reza.
Berdasarkan aturan pertambangan Indonesia yang baru dirilis pada Januari lalu, Freeport harus beralih statusnya dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Tapi Freeport malah belum mau menerima perubahan kontrak itu. Bahkan kemudian Freeport akan menggugat ke Badan Arbitrase Internasional.
Menurut Reza, sikap Freeport ini tak lepas dari rekomendasi pengacara internasional, Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson. Disebutkan Richard, Freeport belum menerima ketentuan perubahan KK menjadi IUPK, yang menjadi syarat agar Freeport bisa mengekspor mineral olahan (konsentrat).
Berdasarkan rekomendasi dari pengacara internasional itu, KK tetap berlaku bagi Freeport, dan kontrak yang telah dijalani selam 50 tahun tersebut tidak bisa diputus secara sepihak bahkan dengan PP yang baru.
Menurut Reza, sikap itu sangat tak layak dilakukan Freeport. Karena sikap kisruhnya itu telah menggerus kinerja saham Freeport, bahkan kapitalisasi pasarnya juga anjlok.
“Akibat kisruh itu memengaruhi pergerakan harga sahamnya. Jika kita lihat harga saham Freeport dengan kode FCX:US ini memang mengalami tren penurunan sejak awal tahun. Tentu merugikan investor,” jelas Reza.
Sekadar informasi, kapitalisasi pasar Freeport justru masih kalah jauh dari perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, PT BCA Tbk, atau pun PT Astra Internasional Tbk.
Per kemarin, Telkom mencatatkan kapitalisasi pasar mencapai US$ 29 miliar, BCA juga US$ 29 miliar, Astra sebesar US$ 24 miliar, dan Freeport MacMoran cuma US$ 20 Milyar. Angka itu dihitung berdasar kinerja Freeport di seluruh dunia.
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka