Tim keamanan Tinombala, mengevakuasi anggota MIT yang tertembak.

Palu, Aktual.com – Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Polisi Rudy Sufahriadi yang didampingi Panglima Komando Daerah Militer XIII/Merdeka Mayor Jenderal TNI Ganip Warsito, mengungkapkan peran dua anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang tewas tertembak di Poso.

Kapolda menjelaskan dua terduga teroris yang tewas dalam baku tembak bersama satuan tugas (Satgas) Tinombala di Poso diidentifikasi sementara yakni Askar alias Jaid alias Pak Guru asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Barok alias Firdaus alias Daus alias Rangga asal Bima NTB.

Barok, kata Kapolda, sesuai keterangan para tersangka yang ditangkap hidup sebelumnya, merupakan salah satu pelaku penembakan terhadap Serka Zainuddin, anggota TNI di Kecamatan Poso Pesisir Utara pada 2015 silam.

Sementara Askar juga terlibat dalam sejumlah aksi bersama Barok dalam penghadangan dan penembakan anggota Brimob tahun 2012 lalu.

“Askar juga bertindak sebagai pembuat bom,” ungkap Kapolda kepda wartawan di Palu, Selasa (16/5).

Terkait diamankannya satu pucuk senjata organik laras panjang jenis SS-1 dan satu pucuk senjata api serta beberapa buah bom lontong usai kejadian baku tembak dengan dua DPO itu, Kapolda menekankan bahwa senjata SS-1 itu merupakan milik personel Brimob yang tewas ditembak tahun 2012 lalu.

“Senjata itu merupakan rampasan dari anggota Brimob yang tewas ditembak 2012 lalu, kemudian dipakai Santoso. Setelah Barok mendapatkan senjata rampasan yang lebih baik, senjata itu kemudian ditukar dengan milik Santoso dan dipakai kembali oleh Barok,” tutur Kapolda.

Ia memastikan bahwa tujuh anggota MIT yang tersisa masih memiliki dua pucuk senjata organik yakni SS-1 dan M16, tiga pucuk senjata rakitan dan sekitar 20 buah bom lontong.

Terkait asal usul bergabungnya dua anggota MIT yang tewas itu, menurut Kapolda, mereka telah ada di Poso sejak tahun 2012 lalu atas panggilan ustad Zipo asal Bima, Nusa Tenggara Barat.

Dalam kesempatan itu Kapolda juga membantah bahwa suksesnya operasi di Poso yang selalu bersamaan dengan kedatangan pejabat tinggi negara ke daerah itu, merupakan hasil dari desain atau setingan yang telah disiapkan.

“Itu tidak benar, hanya bertepatan saja dengan sehari sebelum kunjungan Presiden ke Palu,” ujar Kapolda.

Hal yang sama kata Kapolda juga terjadi beberapa waktu lalu, saat lima hari jelang pelantikan Jenderal Polsi Tito Karnavian sebagai Kapolri, pasukan Satgas Tinombala berhasil menembak mati pimpinan MIT yakni Santoso.

“Intinya sebelum kita bekerja selalu berdoa, semua doa dari masyrakat dan elemen bangsa ini ada bersama kami. Masalah umur dan nyawa itu ketetapan Allah Tuhan yang maha kuasa, tidak ada setingan atau desain, saya sampaikan itu merupakan takdir,” tegas Kapolda.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: