Jakarta, Aktual.com — Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mendukung penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pencegahan terorisme, dan deradikalisasi sebagai opsi aturan mengenai pencegahan terorisme.
Menurutnya, hal tersebut lebih baik ketimbang harus merevisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme dan UU Nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
“Kalau mau cepat, ya Perppu. Kami kan pelaksana, merasakan apa yang menjadi hambatan di lapangan sehingga memerlukan satu regulasi yang lebih cepat,” kata Kapolri di Jakarta, Kamis (21/1).
Sementara Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, pihaknya lebih condong untuk melakukan revisi UU yang ada, dari pada membuat UU baru maupun penerbitan Perppu.
“Kami harapkan bisa revisi (UU Terorisme) lah. Revisi artinya tidak melalui UU (baru), tidak melalui Perppu,” ujar Yasonna.
Menurut dia, dalam revisi tersebut akan ada beberapa penguatan, di antaranya masa penahanan pelaku terorisme ditambah dan penguatan masalah pencegahan.
“Jadi kita tidak hanya sekedar pemadam kebakaran, tetapi orang-orang yang sudah merencanakan itu bisa ditindak kalau tujuannya untuk terorisme,” kata dia.
Dia juga menjelaskan bahwa dalam revisi UU Terorsime ini mengatur warga negara yang ke luar negeri, terutama yang bergabung dengan aksi bersenjata yang terkait terorisme.
“WNI yang pergi keluar dengan maksud melaksanakan perang di negara lain, organisasi atau apa itu bisa kita cegah tangkal, bisa kita cabut paspornya. Dulu kan nggak bisa,” kata Yosonna.
Menkumham juga mengatakan perluasan kewenangan ini juga tetap memperhatikan HAM dan tetap melakukan perluasan perlu dilakukan dalam rangka pencegahan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu