“Secara bertahap teori tersebut berkembang dengan mengambil momentum kebebasan demokrasi, kebebasan berkumpul mengambil perkembanagn medsos, dan di negara Barat sekarang menjadi problem dan banyak diteliti,” ujarnya.

Kapolri menjelaskan bahwa saat ini penyebaran paham atau ideologi tertentu dilakukan orang per orang atau tertutup. Bahkan, mereka tanpa pemimpin mendapatkan ideologi tersebut hanya melalui internet atau media sosial.

Dia mencontohkan pada peristiwa kerusuhan di Mako Brimob, ada dua wanita saat ditanya petugas mereka mendapatkan ideologi atau paham yang keliru itu dari media sosial.

“Mereka hanya dibaiat melalui video call,dan tidak bertemu secara langsung,” katanya.

Untuk mengatasi permasalahan pemahaman atau ideologi keliru tersebut, menurut Tito, penyelesaiannya juga dengan ideologi yang benar.

“Penyelesaiaan radikalisme sebisa mungkin tidak menggunakan senjata, tetapi dengan memberikan pemahaman yang benar dan ini merupakan tugas semua pihak, bukan hanya TNI/Polri, melainkan juga tokoh masyarakat, tokoh agama, serta yang lainnya,” katanya.

Ant

(Wisnu)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara