Surabaya, Aktual.com – Para sastrawan dan kritikus sastra di Eropa mendirikan pusat studi bernama “Teaching Pram in Europe” di London, Inggris, untuk mengkaji karya sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer.
“Waktu Pram hidup pada abad ke-19, masyarakat Jawa dan Indonesia identik dengan feodalisme dan kolonialisme, tetapi karya-karya Pram mampu menembus batas itu,” kata Pendiri ‘Teaching Pram in Europe’, Prof Angus Nicholls, di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (30/6).
Di sela seminar sastra bertajuk “Karya Pramoedya Ananta Toer dalam Sastra Bandingan” di Auditorium Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, ia mengatakan ada beberapa alasan yang membuat karya-karya Pram layak dikaji kritikus sastra di Eropa.
“Misalnya, hampir semua karya Pram itu sudah mampu menunjukkan ideologi yang berkembang di Eropa pada akhir abad 19. Mulai dari ideologi marxisme, feminisme, poskolonialisme dan lainnya, padahal masa peralihan penjajahan ke orde baru itu tidak semua sastrawan Indonesia berani menulis karya idealis dan frontal,” katanya.
Oleh karena itu, kata pria yang sudah tertarik dengan karya Pram lebih dari 10 tahun itu, selalu ada reaksi keras dari pemerintah ataupun masyarakat setelah membaca karya-karya Pram.
“Begitu pula di Eropa. Sastrawan idealis dan menolak sistem penguasa akan dipenjara atau dikucilkan. Dari catatan saya, Pram juga berkali-kali dipenjara gara-gara karyanya itu,” katanya.
Untuk membuktikan jika karya Pram mampu menembus batas pemikiran di Eropa, Angus mencoba membandingkan karya Eropa dan Pram dengan teori hermeneutik, yakni sebuah teori yang melihat karya dengan realita kehidupan.
Sebagai orang Eropa, ia akan melihat realita kehidupan di Eropa dan Indonesia dalam karya-karya sastra pria asal Blora Jawa Tengah itu.
Salah satu karya Pram berjudul Bumi Manusia menjadi kajian hangat di Eropa. Novel ini menceritakan kehidupan pribumi dan orang Eropa bernama Minke, Annelis dan Putri Nyai Ontosoroh.
“Karya ini membawa paham Marxisme dan Feminisme di Eropa, namun yang pasti karya fenomenal ini terus kami teliti di Eropa. Bagaimana dengan kalian mahasiswa Indonesia? Sudah membaca karya ini,” kata Angus kepada dosen dan mahasiswa sastra Unitomo.
Sementara dosen Sastra Inggris Unitomo, Hariyono, menambahkan selain menggunakan teori hermeneutik, untuk mengetahui bila karya Pram ini benar-benar masyhur yakni harus dibandingkan dengan karya sastra Eropa yang juga mendunia.
“Kita bisa bandingkan dengan karya Bildungsroman (karya Jerman) atau karya Kafka. Bisa juga dibandingkan dengan The Da Vinci Code karya Dan Brown, Twillight karya Sthepanie Meyer, Harry Potter karya Jk Rowling atau Zarathustra karya Fedrich Nietsche,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh: