Jakarta, aktual.com – Polemik di Pelabuhan Marunda antara Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan Karya Citra Nusantara (KCN) kembali berlanjut. Saat ini proses hukum sudah berada tahap Kasasi.

Apabila Kasasi yang diajukan oleh KCN ditolak oleh Mahkamah Agung dapat menimbulkan dampak negatif yang besar. Salah satunya dampaknya adalah dapat mengakibatkan sekitar 1,096 tenaga kerja yang terserap dalam operasional pelabuhan Marunda kehilangan mata pencaharian.

“Apabila kasasi ditolak, mulai dari tenaga teknis perkapalan, bagian perniagaan, hingga operator atau juru mudi dapat kehilangang mata pencaharian. Ini tanpa menghitung tenaga kerja yang diperlukan dalam proses pembangunan dermaga yang akan memakan waktu bertahun-tahun,” jelas Penasehat Hukum KCN, Juniver Girsang, melalui siaran pers, Selasa (2/7).

Jika diasumsikan setiap tenaga kerja memiliki 2 tanggungan, maka akan ada 3,288 orang yang akan terdampak secara ekonomi secara langsung. Hal ini justru berbanding terbalik dengan tercapainya prestasi baik di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di bidang penyerapan tenaga kerja. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), Tingkat pengangguran terbuka (TPK) Indonesia pada Februari 2019 sebesar 5,01%, turun 0,12 poin persentase dibanding Februari 2018. Tingkat pengangguran tersebut merupakan level terendah sejak krisis 1998. prestasi yang sudah bagus tersebut dapat tercoreng oleh sengketa pelabuhan Marunda.

Selain itu, ditolaknya kasasi KCN juga akan mengurangi jumlah pekerja sektor kelautan Indonesia, yang menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Saat ini, hanya terdapat 2,26 juta masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor kelautan, menurut data LIPI di tahun 2014. Kembali, apabila MA menolak kasasi KCN, dapat menggoyahkan upaya Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), yang memperkirakan sektor kelautan dapat Serap 45 Juta Tenaga Kerja di 2025.

Kemudian, ditolaknya kasasi Karya Citra Nusantara (KCN) juga dapat berdampak dengan tersendatnya perekonomian masyarakat secara tidak langsung, berkat adanya aktivitas pelabuhan yang digadang-gadang sebagai penopang bobot dari Pelabuhan Tanjung Priok. Keberadaan pelabuhan KCN di Marunda selama ini memunculkan entitas ekonomi rakyat yang berada di sekitar pelabuhan, seperti rumah makan, bengkel, toko retail kecil dan menengah, tukang tambal ban dan berbagai jenis usaha lainnya yang bergantung dari aktivitas Pelabuhan Marunda. Dengan berhentinya operasional pelabuhan, maka otomatis pelaku UKM tersebut akan kehilangan sumber pendapatan.

“Kami hanya memohon agar bapak Presiden Joko Widodo dapat membantu memberikan titik terang dari kepastian berinvestasi di Pelabuhan Marunda. Dampak negatif ini tidak hanya kepada kami, namun lintas sektor yang berada di daerah operasional,” tambah Juniver.

“Impian Kita bersama untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat perlu dipertimbangkan kembali oleh para pemangku kepentingan. Konsep kemitraan kerja antara BUMN dan swasta nampaknya masih belum ideal. Kami adalah bukti nyata tersendatnya kolaborasi tersebut,” tutup Juniver.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin