Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung masih mempertimbangkan memeriksa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, untuk dimintai keterangan dalam kasus cessie Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Pasalnya, bekas menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri itu menjabat ketika ada kebijakan lelang aset Bank BTN pada BPPN pada tahun 2003 silam.

“Nanti kita tanya penyidik lah, ada tidak relevansi-nya (Laksmana Sukardi-red) dengan kasus yang ditangani,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Tribagus Spontana kepada Aktual.com dikantornya, Senin (31/8) malam.

Menurut dia, saat ini jaksa penyidik tengah fokus memeriksa pihak-pihak terkait yang dianggap mengetahui secara langsung mekanisme penjualan aset negara yang dianggap telah terjadi penyimpangan.

“Kalau sekarang itu masih seputar itu pihak pihak terkait BPPN, Konsultan dan sebagainya. Kita belum melebar, fokus dulu dong,” kata Tony.

Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika PT Adyaesta Ciptatama (AC) meminjam Rp 425 miliar kepada BTN untuk membangun perumahan dengan jaminan lahan di Karawang seluas 1200 hektar, akhir tahun 1990.

Krisis moneter terjadi tahun 1998, dan BTN masuk program penyehatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Aset-aset yang tertunggak dilelang BPPN tahun 2003, dalam upaya mengembalikan dana penyehatan yang dikeluarkan negara.

Dalam lelang aset di BPPN diikuti tiga peserta, yaitu PT VSIC, PT First Kapital dan PT Adiaesta Ciptatama. Kemudian, PT First Kapital memenangkan lelang tersebut dengan harga 69 miliar yang diberikan oleh BPPN. Namun, perusahaan tersebut membatalkan statusnya sebagai pemenang lantaran ada aset yang bermasalah.

“PT First Kapital menang tetapi kemudian dia mengundurkan diri. Alasananya, ketika itu First Kapital tidak menemukan sertifikat aslinya untuk satu SHGB. Kemudian dari dasar itu, ia membatalkan hasil lelang itu,” kata Kasubdit Penyidikan pada JAM Pidsus Kejaksaan Agung Sarjono Turin.

Pembatalan pembelian aset BPPN oleh First Capital bukan tanpa sebab. Direktur anak perusahaan PT Adiaesta Grup (AG) Johnny Wijaya itu diduga telah mengelabui BPN Karawang dan menggelapkan tanah jaminan di SHGB 1, seluas 300 hektar.

BPPN kemudian kembali menggelar lelang lanjutan dan dimenangkan PT VSIC, dengan harga Rp 32 miliar. Turin menegaskan perubahan harga dari Rp 69 miliar menjadi Rp 32 miliar adalah fokus tim penyidik. “Itulah yang sedang kita dalami kenapa angka Rp 69 miliar itu bisa jatuh di Rp 32 miliar,” ujar Turin.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu