Jakarta, Aktual.com – Buni Yani dilaporkan atas pasal pencemaran nama baik Pasal 27 UU ITE dan penghasutan sesuai Pasal 28 UU ITE. Penyidik menjerat Buni Yani dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE juncto Pasal 45 ayat 2 UU ITE dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal 28 ayat (2) UU ITE menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
“Bila mengacu pada Pasal 28 tersebut, kalimat pengantar Buni Yani yang mengajak diskusi dan memberitakan fakta kepada publik lewat media sosial facebook sangat tidak layak dikategorikan sebagai penyebaran informasi yang ditujukan menimbulkan kebencian atau hasutan,” tegas Ferdinand Hutahean, Kamis (24/11).
Tokoh Rumah Amanah Rakyat itu menyatakan, jika berbicara niat sangat mungkin Buni tidak berniat untuk menghasut kebencian. Akan tetapi lebih agar publik mengetahui bahwa ada perbuatan melawan hukum. Makanya diparagraf terakhir Buni dalam postingannya menuliskan tentang kemungkinan sesuatu yang tidak baik atas ucapan Ahok tersebut.
Dan, apa yang diposting Buni terbukti dengan ditetapkannya Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.
“Kebenaran itu bukan persepsi tapi kebenaran adalah ketika rasa keadilan tidak terusik atas sebuah pendapat kesimpulan dalam penegakan hukum. Kesimpulan penyidik memutuskan Buni sebagai tersangka sudah mengusik rasa keadilan,” jelas Ferdinand.
Atas kondisi penegakan hukum tersebut, ia berpendapat kasus yang menimpa Buni kemungkinan akan menjadi ‘Maklumat Hidup yang Akan Melumat Ketidakadilan’. Kasus Buni sangat mungkin akan semakin menjadikan situasi politik yang tidak kondusif sebagai akibat penegakan hukum yang tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak berlaku sama terhadap semua orang.
“Jelas, perlakuan penyidik terhadap Ahok dan terhadap Buni Yani sangat berbeda,” kata dia.
Ahok, lanjut dia, tidak pernah diberikan surat penangkapan sedangkan Buni diberikan surat penangkapan yang kemudian terpaksa harus menginap di Polda untuk kemudian diteruskan pemeriksaannya pagi ini.
“Mengapa penyidik harus menangkap Buni? Bukankah selama ini Buni kooperatif? Dan haruskah Buni diperiksa marathon yang melelahkan? Bukankah hal itu akan mengganggu stabilitas psikologis dan fisik Buni yang kemudian dampaknya bisa membuat jawaban-jawaban Buni jadi tidak sesuai fakta yang terjadi?,” ucapnya.
Apapun itu, ia menilai penyidik memang memiliki hak secara subjektif dalam hal penangkapan dan penahanan. Namun penyidik juga tidak boleh lupa bahwa hak itu harus dilakukan secara adil karena penegakan hukum adalah tentang keadilan.
Soemitro
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan