“Yang pada intinya, menerangkan bahwa PM sebagai pihak yang aktif dalam proses pengurusan dokumen serta proses pelaksanaan proyek pengadaan barang antara PT Quartee Technologies dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom Indonesia,” papar Kaligis.
Khusus untuk persidangan pada Senin (20/11/2023), lanjut dia, dengan jelas terungkap fakta bahwa dalam pengadaan barang dan jasa tersebut, sumber dana bukan berasal dari PT Telkom Indonesia, melainkan berasal dari PT PINS Indonesia. Dan seperti diketahui, lanjut Kaligis, dalam persidangan sebelumnya, berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diperiksa, dengan tegas menyatakan PT PINS Indonesia, PT Infomedia Nusantara, dan PT Telkom Telstra, bukan merupakan perusahaan BUMN.
“Bahwa tidak ada kerugian negara sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Ketiga badan usaha itu tidak ada sangkut pautnya dengan negara, mereka bukan badan usaha milik negara. sehingga tidak terbukti dakwaan Jaksa Penuntut Umum khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor,” tegas Kaligis.
“Bahwa atas fakta-fakta hukum yang terungkap di muka persidangan jika dipertimbangkan secara norma, seharusnya sudah sejak semula klien kami, Heddy Kandou, bukanlah tersangka. Mengapa? Karena berdasarkan locus dan tempus yang diajukan didalam dakwaan, klien kami, Heddy Kandou tidak duduk dalam kepengurusan PT Quartee Technologies,” kata Kaligis.
“Klien kami selaku mantan Direktur PT Quartee Technologies, dituduh terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang, yang merugikan anak perusahaan Telkom, sebesar Rp 200 miliar lebih, pada bulan April 2017, tetapi faktanya, klien kami telah secara resmi, mengajukan pengunduran dirinya sebagai Direktur PT Quartee Technologies, sejak 10 Februari 2017. Bahkan jauh sebelum itu, yaitu akhir tahun 2016, Terdakwa (Ibu Heddy) telah menyampaikan secara lisan (perihal pengunduran dirinya) kepada Saksi Moch. Rizal Otoluwa,” imbuh Kaligis.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin
Rizky Zulkarnain