KPK tahan Sugiharto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)
KPK tahan Sugiharto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)

Jakarta, Aktual.com – Terkuaknya kasus e-KTP seharusnya dijadikan momentum oleh para elit partai politik mengoreksi internal partainya. Faktanya bahwa memang para anggota legislatif terindikasi terlibat dalam praktik dugaan ‘political corruption’.

Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqaddas, mengingatkan  bahwa kasus e-KTP merupakan salah satu praktik korupsi yang dirancang sejak awal, yakni saat proyek e-KTP dibahas di DPR RI.

Kata dia, untuk mengantisipasi terjadinya kasus serupa tak hanya dengan mendeteksi sejak dini. Tapi juga dituntut peranan para ketua umum parpol sebagai ujung tombak.

“Ini pelajaran buat elit pimpinan pusat parpol, terutama ketua-ketua umum. Dalam situasi sekarang ini, mbok yo itu (kasus e-KTP) dijadikan momentum untuk mengoreksi secara lebih jujur. Karena kenyataannya, memang terjadi korupsi politik yang di desain sejak awal, itu di sektor e-KTP,” papar Busyro, di Gedung KPK, Jakarta, Senin malam (27/3).

Namun sayang, tokoh Muhammadiyah ini justru melihat hal sebaliknya. Para oknum aktor politik justru melawan dengan upaya memangkas kewenangan KPK. Caranya tak lain dengan menghembuskan lagi wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, melalui universitas.

“Maka, jangan kemudian melawannya dengan menggergaji kewenangan KPK lewat revisi UU KPK. Jangan kemudian disikapi dengan (rencana) revisi UU KPK, kekanak-kanakan itu.”

Harus diketahui, Badan Keahlian DPR saat ini terus mendorong revisi UU KPK dengan menyosialisasikannya ke kampus-kampus. Langkah ini, sambung Busyro, justru akan menjadi bumerang bagi partai.

“Nah ini kan menyangkut wibawa parpol yang representasinya di DPR. Jadi, orang mesti membaca, revisi UU ini disetujui atau menjadi kehendak parpol?” [M Zhacky Kusumo]

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu