Kasus EDC Bank BRI, Pengamat Hukum Dorong KPK Usut hingga Pucuk Pimpinan

Jakarta, aktual.com – Ketua Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mendorong lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di Bank BRI hingga tingkat pucuk pimpinan, baik di perusahaan BUMN itu sendiri, Kementerian BUMN, hingga elite partai politik.

“Kalau KPK mau dianggap serius dalam mengusut kasus-kasus yang tengah ditangani, kasus apapun itu, maka KPK harus berani mengusut hingga ke pucuk pimpinan baik di perusahaan BUMN, kementerian, hingga elite partai politik,” kata M Isnur saat berbincang di kantor Aktual.com, Rabu (2/7) malam.

Menurut Isnur, KPK harus mampu mengungkap level tertinggi yang mengintervensi kebijakan, maupun politisi yang mem-back up kebijakan tersebut.

“Misalnya kalau kasus dugaan pengadaan EDC di BRI, maka siapa penanggung jawab utamanya? Siapa pucuk pimpinan di BRI yang bisa mengintervensi adanya kebijakan pengadaan EDC, dan siapa saja politisi yang mem-backing-I proyek pengadaan tersebut?” papar Isnur.

Isnur menyampaikan, pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK harus tajam ke atas, bukan ke bawah, sehingga bisa mengungkap semua pihak yang terlibat langsung dalam kasus tersebut.

“Banyak kasus proyek-proyek kok menterinya tidak tersentuh, kok dirutnya tidak terkait, apalagi sampai lingkaran presiden maupun keluarga presiden. Baru kita acungi jempol terhadap KPK,” ucap Isnur.

Isnur mengungkapkan, pemberantasan korupsi sekarang hanya ramai di awal, tapi melandai dalam penyidikan, melemah di persidangan, hingga ujungnya pengurangan vonis hukuman. Bahkan, tak jarang pihak yang disebut-sebut di persidangan terkait kasus itu pun tidak tersentuh.

“Harusnya, serius juga dalam dakwaan, serius di persidangan hingga vonis maksimal. Jadi, ketika di persidangan bisa muncul nama-nama lain yang terkait. Setelah kasus itu selesai, KPK bisa mengusut nama atau pihak yang disebut-sebut itu,” katanya.

Diketahui, KPK Tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di Bank BRI. jumlah kerugian negara dari kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC sebesar Rp700 miliar.

“Dalam perkara dengan tempus 2020 sampai dengan 2024 ini, dengan nilai anggaran pengadaan sejumlah Rp 2,1 triliun, hitungan dari tim penyidik diduga total kerugian negaranya mencapai sekitar Rp700 miliar, atau sekitar 30 persen dari nilai anggaran dalam pengadaan mesin EDC tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (1/7).

KPK sendiri sudah mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri dalam proses penyelidikan kasus tersebut sejak 27 Juni 2025. Wakil Direktur Utama BRI 2020-2024 Catur Budi Harto dan Direktur BRI 2022-2024 yang sekarang menjabat Direktu Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk Indra Utoyo, termasuk di antaranya

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengungkapkan bahwa inisial 13 orang yang dicegah ke luar negeri terkait kasus tersebut adalah CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD. “Benar,” kata Fitroh.

KPK sebelumnya menggeledah dua lokasi untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC tersebut pada 26 Juni 2025. Dua lokasi tersebut adalah Kantor BRI Pusat di Jalan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta.

BRI menghormati langkah penegak hukum oleh KPK dalam upaya menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

“Sebagai perusahaan BUMN, maka kami akan selalu comply (mematuhi regulasi) yang ditetapkan oleh pemerintah dan regulator dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),” kata Agustya Hendy Bernadi, Corporate Secretary BRI kepada Monitorindonesia.com, Kamis (26/6/2025) malam .

Disamping itu, BRI sepenuhnya mendukung penegakan hukum oleh pihak berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku dan BRI akan selalu terbuka untuk bekerja sama.

“Kami akan terus memastikan seluruh kegiatan yang dilakukan SDM kami sesuai dengan standar operasional perusahaan (SOP), serta peraturan dan perundangan yang berlaku”.

“Kami juga telah melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan, serta memitigasi resiko penyimpangan di masa mendatang,” timpal Agustya.

Atas kejadian ini BRI memastikan bahwa proses penegakan hukum yang dijalankan KPK tersebut tidak berdampak terhadap operasional dan layanan BRI. “Sehingga nasabah tetap dapat bertransaksi secara normal dengan nyaman dan aman,” tandasnya. ***

Artikel ini ditulis oleh:

Jalil