Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menyampaikan laporan kasus penyiksaan di Indonesia selama 2015-2016 di Jakarta, Sabtu (25/6). Dalam laporannya Kontras mencatat selama setahun terdapat 134 peristiwa penyiksaan serta tindakan tidak manusiawi diantaranya paling banyak terjadi di Sumatera Utara sebanyak 19 peristiwa, Jawa Barat 13 peristiwa, Jawa Tengah 11 peristiwa, Sulsel dan Papua masing-masing 8 peristiwa sedangkan pelaku penyiksaan didominasi oleh Kepolisian sebanyak 91 tindakan disusul TNI 24 kasus dan petugas lapas 19 kasus. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, menyampaikan protes keras lembaganya terhadap tindak penganiayaan yang dilakukan oleh sejumlah anggota TNI AD Bataliyon Infantri Lintas Udara 501 Madiun terhadap jurnalis Net. TV pada Minggu, 2 Oktober 2016 kemarin.

Peristiwa yang menimpa jurnalis bernama Soni Misdananto terjadi disaat peliputan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Perguruan Pencak Silat dengan masyarakat di perempatan Ketaken, Madiun, Jawa Timur. Sejumlah orang yang diduga melakukan penganiayaan adalah anggota TNI AD Bataliyon Infantri Lintas Udara 501 Madiun

KontraS mendesak Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Mulyono memerintahkan anggotanya melakukan penyelidikan dan penyidikan yang mendalam terkait kasus kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah anggota TNI 501 Madiun terhadap jurnalis.

“Penindakan terhadap anggota TNI yang diketahui terbukti melakukan tindak kekerasan tersebut secara akuntabel, transparan dan profesional, guna memberikan efek jera dan jaminan ketidakberulangan penggunaan kekerasan oleh anggota TNI,” tegas Haris dalam keterangan persnya, Senin (3/10).

Kedua, KontraS meminta dilakukannya evaluasi dan pengawasan yang ketat terhadap setiap anggota di lapangan dalam hal penggunaan kekuatan. Khususnya tindakan-tindakan anggota yang menggunakan kekuatan secara berlebihan yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Ketiga, mekanisme internal  bisa dilakukan namun bersifat complementer  atau melengkapi saja bukan meniadakan mekanisme pidana.

(Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid