Nusa Tenggara Timur, Aktual.com – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur mengungkapkan sepanjang Januari hingga Mei 2021 ada enam kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayahnya.
Hal ini disampaikan Ketua P2TP2A Kabupaten Nagekeo, Maria Anjelina A. Sekke Wea saat dikonfirmasi di ruang kerjanya pada Rabu (19/5).
“Kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2021 tercatat sudah enam kasus. Kasusnya meningkat, sayang sekali. Dan data yang saya sampaikan hanya sebatas kasus yang dilaporkan. Mungkin masih banyak kasus di luar sana yang tidak kita ketahui,” kata Anjelina.
Menurutnya, saat ini P2TP2A bersama pihak Kepolisian Resor (Polres) Nagekeo terus berupaya melakukan sosialisasi agar Kabupaten Nagekeo tidak menjadi daerah dengan tren kasus seksual anak dibawah umur.
Sosialisasi yang dilakukan, lanjut Anjelina, menyasar pada semua elemen lembaga pendidikan dan menyasar pada masyarakat di setiap desa di Kabupaten Nagekeo.
Pelayanan dan pendampingan bagi korban serta pelayanan pemulihan untuk mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial terlebih kepada korban yang mengalami trauma.
Anjelina mengatakan, masalah sosial terkait kekerasan terhadap anak sangat variatif, sehingga pihaknya harus maksimalkan langkah preventif dan penanganan yang lebih. Apalagi jika pelakunya adalah anak, agar dapat ditangani semaksimal mungkin.
“Kami berharap masyarakat bisa melaporkan tindak kekerasan terhadap anak. Jangan segan-segan untuk melapor, karena Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Nagekeo siap melayani,” ujar dia.
Anjelina juga menyebut, rumah dengan kondisi layak atau rumah aman merupakan kebutuhan penting bagi korban kekerasan terhadap anak dan perempuan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Selama ini korban kekerasan terhadap anak, terutama korban kekerasan seksual, terpaksa ditampung di rumah-rumah pribadi para anggota P2TP2.
“Rumah aman merupakan kebutuhan pokok dalam proses rehabilitasi dan konseling kepada para korban kekerasan, kalau bukan ditempatkan di tempat khusus, seperti di Rumah Aman, tentunya tidak maksimal. Kita perlu sebuah tempat yang kondusif bagi pemulihan psikis para korban kekerasan. Apalagi kalau korbannya masih di bawah umur, tentu butuh pendekatan dan bimbingan yang lebih intens,” tuturnya.
(Muhammad Yasin)
Artikel ini ditulis oleh:
Nusantara Network