Parigi, Aktual.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) mengharapkan tindak kekerasan yang menimpa warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Parigi, Kabupaten Parigi Moutong tidak terulang lagi di daerah ini.
“Peristiwa ini cukup hanya terjadi di Lapas Parigi, jangan terulang di lapas dan rumah tahanan lainnya di Sulteng,” kata Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng Dedi Askari yang dihubungi di Palu, Sabtu (9/10).
Menurutnya, kekerasan fisik yang terjadi di Lapas Parigi melibatkan sipir pada Kamis (7/10) hingga berujung keributan dan pembakaran sejumlah fasilitas di dalamnya, merupakan cermin dari buruknya pengelolaan internal lapas.
Sebagai institusi yang diberi kewenangan melakukan pembinaan mental dan spiritual serta kemandirian warga binaan, seharusnya praktik kekerasan hingga penganiayaan tidak perlu terjadi dalam interaksi dengan penghuni lembaga tersebut.
“Apa yang dilakukan oleh sipir terhadap warga binaan dengan tindakan kekerasan untuk dan demi alasan apa pun tidak dapat dibenarkan, hal ini tentunya melanggar berbagai instrumen HAM,” kata Dedi.
Oleh karena itu, Komnas HAM meminta kepada institusi tersebut agar memproses orang-orang yang terlibat, terlebih Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kakanwil Kemenkumham) Sulteng perlu melakukan evaluasi kepada Kepala Lapas Kelas III Parigi karena tidak terlepas dari skema pengelolaan personel dan kelembagaan.
“Pada proses pemeriksaan harus dilakukan secara transparan, baik itu warga binaan maupun sipir yang terlibat, karena esensi lapas tidak terlepas dari program pembinaan agar perilaku orang menjadi baik setelah kembali ke tengah masyarakat,” ujar Dedi.
Sebelumnya, Kakanwil Kemenkumham Sulteng Lilik Sujandi mengatakan telah mengambil alih komando Lapas Kelas III Parigi usai keributan terjadi.
Selain itu, otoritas lapas setempat telah memindahtugaskan lima orang pegawai yang terlibat dugaan kekerasan terhadap warga binaan, termasuk lima narapidana korban kekerasan juga dipindahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Poso karena berhubungan dengan psikologis mereka.
“Mereka yang menjadi korban (warga binaan) telah menjalani perawatan medis, dan kami tetap mendalami peristiwa ini,” demikian Lilik.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Wisnu