Jakarta, Aktual.co —Penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat alat kontrasepsi jenis IUD (Intra Uterin Device) Kit di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di tahun anggaran 2013-2014 dengan nilai mencapai Rp 32 miliar.
Guna mengembangkan kasus, jaksa penyidik pagi tadi gelar pemeriksaan terhadap tiga orang saksi. Yakni Hartati Danudjaja selaku Direktur PT. Taida, Ridwan Fadjri Nur selaku Anggota Tim Panitia Pengadaan IUD Kit pada Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Tahap I, TA. 2013 dan Ketua Tim Panitia Pemeriksa/Penerimaan Barang Tahap II Tahun Anggaran 2013 dan tersangka Slamet Purwanto selaku Manager Institusi Pusat PT. Kimia Farma.
Namun dari tiga saksi yang dijadwalkan untuk diperiksa, hanya satu yang memenuhi panggilan. “Saksi Ridwan Fadjri Nur dia hadir memenuhi panggilan penyidik sekitar pukul 10.00 Wib,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum) Kejagung, Tony T Spontana di Kejagung, Jakarta, Senin (20/4).
Yang bersangkutan diperiksa mengenai kronologis proses pelaksanaan kegiatan pengadaan IUD Kit tahap I pada Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. “BKKBN untuk kebutuhan 855 set IUD Kit hingga dimenangkan CV. Bulao Kencana Mukti,” ujar Tony.
Ridwan juga diperiksa mengenai proses penerimaan dan pemeriksaan kelayakan 2600 set IUD Kit pada Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Tahap II yang dimenangkan oleh PT. Kimia Farma dengan dana kurang lebih 12 M berikut laporan hasil pemeriksaan.
Sedangkan dua saksi lain, yakni Hartati Danudjaja dan tersangka Slamet Purwanto, mangkir dari panggilan penyidik. “Hartati tak hadir dengan alasan belum menerima surat panggilan pemeriksaan dan Slamet Purwanto tidak hadir dengan alasan masih berada di luar kota karena tugas dan pekerjaan perusahaan,” ucap dia.
Untuk lima tersangka kasus ini, penyidik sudah melakukan pencegahan ke luar negeri. Sebab mereka dikhawatirkan melarikan diri dan hilangkan barang bukti. Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Sarjono Turin, mengatakan pencegahan merupakan hal yang biasa dilakukan. Karena itu dia meminta setiap pihak melihat masalah ini secara proporsional. “Jaksa dalam bertindak selalu mengacu kepada ketentuan perundangan dan bersikap profesional dalam penanganan perkara,” ucap dia.
Lima orang tersangka dalam kasus ini yakni SW, WAW, SP, HS, dan S. Mereka terdiri dari pejabat BKKBN dan rekanan. SW diketahui adalah Sobri Wijaya yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tahun anggaran 2013, untuk tahap satu dan dua. Dia juga merupakan pejabat teras di BKKBN.
WAW, adalah Wiwit Ayu Wulandari (PPK, untuk proyek tahun anggaran 2014) dan juga pejabat BKKBN. SP adalah Slamet Purwanto yang menjabat Manager PT Kimia Farma, pemenang tahap kedua tahun anggaran 2013). Tersangka keempat S atau Sukadi (Kepala Cabang Jakarta 1 PT Rajawali Nusindo, pemenang tahun anggaran 2014) dan terakhir, HR adalah Harun Suarsono Direktur PT Bolao Kencana Mukti Pemenang tahap pertama 2013.
Proyek ini terbagi dalam tiga pengadaan. Pertama Rp 5 miliar, kedua Rp 13 miliar dan ketiga Rp 14 miliar. Satgasus Penanganan dan Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) juga menemukan proyek lain senilai Rp52 miliar. Namun masih dalam tahap penyelidikan.
Untuk modusnya, diduga dilakukan dengan cara memanipulasi pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi dan standar kesehatan, sebagaimana tertuang dalam kontrak. Meski begitu, ia belum dapat memastikan kerugian negaranya, tapi diduga nilainya cukup besar.
Kelima tersangka dijerat dengan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20/2001, dengan ancaman penjara selama 20 tahun.
Artikel ini ditulis oleh:

















