Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi Jusuf, dalam kasus pengurusan pembahasan anggaran pembangunan pembangkit listrik tenaga microhydro di Kabupaten Deyiai, Papua.
Kasus ini bermula setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada anggota Komisi VII DPR dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Dewie Yasin Limpo (DYL).
Dalam pengembangannya, ternyata Dewie telah menerima suap sebesar Rp1,7 miliar dari PT Abdi Bumi Cendrawasih, untuk mendorong agar proyek pembangkit listrik itu masuk ke dalam program Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan nilai anggaran lebih dari Rp200 miliar.
Atas hal tersebut, muncul dugaan uang mengalir ke Menteri ESDM Sudirman Said. Namun, pada saat dikonfirmasi, Setiadi Jusuf mengaku uang itu tidak sampai ke tangan mantan aktivis anti korupsi tersebut.
“Nggak-nggak (tidak mengalir ke Sudirman Said),” ujar Setiadi usai menjalani pemeriksan di KPK, Jakarta, Jumat (20/11).
Seperti diketahui, Selasa 20 Oktober 2015 lalu, Dewie ditangkap oleh satuan tugas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT). Bersamanya, KPK juga menangkap beberapa orang lainnya di dua tempat yang berbeda, yakni Kawasan Kelapa Gading dan Bandara Soekarno-Hatta.
Dari sejumlah nama tersebut, selain Dewie, mereka yang lain yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK adalah sekretaris pribadi Dewie, Rinelda Bandaso; staf ahli Dewi, Bambang Wahyu Hadi; Direktur Utama PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi Jusuf, serta Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai, Papua, Iranius.
Iranius dan Setiadi diduga sebagai pemberi suap. Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu Dewie, Rinelda Bandaso dan Bambang Wahyu Hadi, diduga sebagai penerima suap. Mereka diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh: