Kasus reklamasi yang sampai hari ini terus dicermati masyarakat, sambung Junisab, karena sempat menjadi isu politis dalam Pilkada DKI Jakarta.
“Tapi kemudian dianggap dengan ringan oleh Ketua KPK dengan menyatakan bahwa itu terjadi hanya karena terburu-buru membuat kami perlu mengingatkan publik agar terhadap soal reklamasi teluk Jakarta kita harus terus ingat,” ujar pria berdarah Sumbar itu.
Ditegaskan Junisab pula, tidak pas, tidak layak dan tidak sesuai tugas pokok dan fungsinya jika Ketua KPK mengungkapkan seperti itu. Dia harus sidik. Malu jika Gubernur DKI saja sudah bersurat demikian namun KPK masih diam dan berdalih. Sampai kapan KPK kuat mendiamkan hal ini? Tanyanya.
“Kami menduga kuat bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kewenangan, yang oleh KPK disebut terburu-buru, yang dilakukan oleh personal-personal di Kementerian ATR/BPN RI sehingga sertifikat HGB itu bisa terbit. Masa Ketua KPK harus memaklumi ‘buru-buru’ pemberian HGB di atas HPL, karena seharusnya HPL dan HGB mutlak harus sesuai Rencana Umun Tata Ruang (RUTR)” kecamnya.
Artinya, kata Junisab, buru-buru itu adalah cacat hukum. Lalu, kecacatan itu kok mau dimaklumi oleh Ketua KPK? Kok sebegitunya?
Teramat berat untuk dimaafkan tindakan Menteri ATR Sofyan Djalil terkait sertifikat HGB itu.
“Masa kala Presiden Jokowi rajin membagi sertifikat kepada rakyat, namun di sisi lain Sofyan rajin menabrak aturan untuk pengusaha agar bisa dapat sertifikat? Itu seperti sebuah anomali yang disengaja. Layaknya, dia dicopot saja oleh Presiden,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby