Pengerjaan gedung 16 lantai yang akan digunakan untuk kantor lembaga anti rasuah itu telah memasuki tahap akhir. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com – Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair didakwa menyuap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno.

Mohan, panggilan Rajamohanan, disebut menjanjikan uang sebesar Rp 6 miliar kepada Handang, untuk mempercepat penyelesaian permasalahan pajak PT Eka Prima.

Dalam surat dakwaan Mohan, tercatat sejumlah nama, seperti halnya Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi dan Arif Budi Sulistyo, orang dekat Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, Muhammad Haniv.

Ken selaku Dirjen Pajak dikatakan hadir dalam pertemuan khusus yang membahas persoalan pajak PT Eka Prima, yang juga dihadiri oleh Arif Budi. Pertemuan antara Ken dan Arif Budi terjadi di Lantai 5 Gedung Ditjen Pajak, pada 22 September 2016.

Pertemuan ini menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi titik terang sejumlah masalah pajak PT Eka Prima. Bahkan, jadi ‘pintu’ suap antara Mohan dengan Handang.

Penyebutan nama Ken dan Arif Budi mengindikasikan keterlibatan keduanya. Dugaan ini pun lantas dikonfirmasi ke pihak KPK. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah tak menampik adanya peranan dua pihak itu dalam penyelesaian masalah pajak PT Eka Prima

“Tentu nama-nama yang disebutkan sesuai dengan kapasitas masing-masing dalam perkara tersebut,” kata Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/2).

Dan menariknya, Arif Budi sendiri disebut sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo.

“Bahwa ada nama-nama tersebut, ada hubungan kekeluargaan dan hubungan lain ke pejabat di Indonesia, saya kira kami pisahkan itu. Fakta yang kita butuhkan adalah porsi dari para tersangka dan saksi dalam rangkaian peristiwa, tapi kami akan pastikan lagi. Prinsipnya KPK membuka,” papar Febri.

PT Eka Prima memang terbelit sejumlah masalah pajak, salah satunya terkait restitusi pajak periode Januari 2012-Desember 2014 sebesar Rp 3,5 miliar. Permohonan atas restitusi itu kemudian diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.

Namun, permohonan restitusi ditolak, lantaran PT Eka Prima memiliki tunggakan pajak sebagaimana tercantum dalam surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN) 6 September 2016 sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015.

Tapi kemudian, masalah tunggakan pajak PT Eka Prima jadi hilang. Pemantiknya tak lain ialah pertemuan antara Dirjen Pajak dan Arif Budi.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby