Kuasa hukum Tom Trikasih Lembong, Zaid Mushafi menyampaikan, banyak kejanggalan dalam dakwaan terhadap kliennya terkait kasus dugaan korupsi pemberian izin impor gula kristal mentah (GKM) di Kementerian Perdagangan pada 2015-2023.
“Setelah melihat fakta persidangan dan keterangan saksi, kami menilai banyak kejanggalan dalam dakwaan. Pertama, perbuatan klien kami, dalam hal ini pemberian izin impor GKM merupakan wilayah administrative. Tidak ada kasualitasnya dengan kerugian keuangan negara, jauh panggang dari api” kata Zaid dalam sambungan telepon kepada Aktual.com, Rabu (2/7/2025).
Kedua, ucapnya, Kejaksaan Agung menyebutkan dalam dakwaannya kerugian keuangan negara itu karena ada lebih bayar yang dilakukan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI Persero).
“Apa korelasinya lebih bayar PT PPI selaku BUMN kepada Pak Tom selaku Menteri saat itu? Kan, Pak Tom bukan direksi PT PPI, bukan juga orang yang terlibat dalam penentuan harga, bukan juga orang yang dimintai pendapat tentang penentuan harga. Apa korelasinya?” tanya Zaid.
Perbuatan kliennya, kata Zaid, adalah memberikan persetujuan impor GKM, sementara dakwaannya menyebutkan kerugian keuangan negara karena kelebihan bayar PT PPI. “Kalau perbuatan kelebihan bayar adalah PT PPI, ya PT PPI-nya dong, kan ada UU PT sebagai acuan. Di sisi lain RUPS-nya PT PPI kan Menteri BUMN bukan Menteri Perdagangan,” ucap Zaid.
Ketiga, Zaid mengatakan, fakta persidangan membuktikan, tidak ada pernah ada pertemuan antara kliennya selaku Menteri Perdagangan, dengan direksi PT PPI, maupun pimpinan delapan perusahaan impor GKM.
“Dalam artian perkenalan, mereka tidak kenal, mereka baru kenal di tahanan. Dengan PT PPI itu mungkin sesekali pernah bertemu tapi tidak ada pembahasan mengenai impor gula,” ucap Zaid.
Keempat, ujar Zaid, terkait dakwaan salah bayar pajak. Menurut Kejaksaan yang harus dibayar oleh perusahaan impor gula adalah pajak gula kristal putih (GKP), tapi yang dibayar kedelapan perusahaan tersebut adalah GKM.
“Harga GKP 790 ribu per kg, sedangkan kalau GKM itu 550 per kg, selisihnya itu adalah yang disebut dalam dakwaan kerugian keuangan negara. Pertanyaannya adalah, apakah importir salah bayar itu adalah tanggung jawabnya Menteri? Kan nggak. Itu kan tanggung jawab importir,” papar Zaid.
Di sisi lain, Zaid menyampaikan, importir membayar pajak barang yang diimpor, bukan barang seharusnya akan menjadi. Menurutnya, bila pengimpor itu membeli GKM, maka yang dibayar pajaknya adalah juga GKM.
“Jaksa bilang dalam audit BPKP, kerugian keuangan negara terjadi karena yang dibayarnya adalah GKM yang seharusnya bayar GKP. Loh, yang diimpor GKM kok yang dibayar GKP. Gimana sih kausalitasnya, kan tidak nyambung jadinya, antara dakwaan, fakta persidangan, sama audit kerugian keuangan negara. Dakwaan ini terlalu dipaksakan, ini yang sangat disayangkan,” ucap Zaid.
Selanjutnyam terkait audit BPKP, menurut Zaid, hasil audit keluar setelah kliennya ditetapkan sebagai tersangka. “Harusnya auditnya sudah ada dulu dong, bukan audit adanya kemudian. Nah itu dari awal sudah janggal. Dari situ aja sudah janggal. Inilah kita kecewa dalam penegakan hukum kita,” tambahnya.
Zaid menyatakan, meski semua ketidaksambungan dakwaan tersebut terlihat dan terbukti di pengadilan, pihaknya tidak bisa menduga-duga, bahkan mengaitkan kasus ini dengan urusan politis kliennya yang menjadi tim sukses Anies Baswedan pada Pilpres 2024.
“Namun demikian faktanya memang Sprindik terhadap Pak Tom timbul di waktu bersamaan dengan proses politik Pilpres 2024, itu sudah fakta. Di saat bersamaan Pak Tom sebagai tim sukses Anies Baswedan.
Reporter: Eroby Jawi Fahmi
Artikel ini ditulis oleh:
Andry Haryanto

















