Jakarta, Aktual.com — Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mengklaim kontribusi tambahan yang dibebankan kepada pengembang yang memperoleh hak pengelolan pembangunan pulau buatan di Teluk Jakarta tercantum pada Keputusan Presiden No.52/1995.
Namun, lanjutnya, dasar hukum yang diterbitkan Presiden kedua RI Soeharto tertanggal 13 Juli 1995 itu tidak memuat besarannya kontribusi tambahan. Sehingga, pihaknya sendiri yang menentukan sebesar 15 persen.
“Ada (poin) tambahan kontribusi, tapi tidak ada angka. Angka 15 persen itu ada hitungannya,” ujarnya di Balaikota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Lebih jauh, bekas bupati Belitung Timur selama 17 bulan ini berdalih, bahwasanya Keppres tersebut juga memuat tentang kewajiban dan kontribusi kepada pengembang, selain kontribusi tambahan.
Pada poin kewajiban, pengembang diharuskan membangun kewajiban yang totalnya 45-50 persen meliputi pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 20 persen dari luas pulau, ruang terbuka biru (RTB) seluas 5 persen, garis sepadan pantai dan fasilitas sosial fasilitas umum (fasos-fasum) seluas 5 persen dari tanah yang dimiliki, serta 5 persen untuk infrastruktur jalan.
Sedangkan pada poin kontribusi, pengembang harus menyerahkan lahan seluas 5 persen dari total luas pulau dengan hitungan gross to gross. Adapun untuk kontribusi tambahan, memakai formulasi 15 persen x NJOP x luas pulau yang dijual.
Berdasarkan penelusuran Aktual.com, ternyata Keppres tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta ini tidak menjelaskan sedikitpun tentang kewajiban, kontribusi, ataupun kontribusi tambahan yang dibebankan kepada pengembang.
Pasal 1 menerangkan tentang pengertian reklamasi Pantura Jakarta dan kawasan Pantura Jakarta. Pasal 2 membahas tentang Keppres sebagai dalil pembangunan pulau buatan itu.
Pasal 3 tentang wilayah yang bisa direklamasi serta Pasal 4 terkait kewenangan dan tanggung jawab berada di tangan gubernur. Lalu, Pasal 5 dan Pasal 6 mengulas Badan Pengendali dan tugasnya.
Pasal 7 menerangkan tentang struktur Tim Pengawas demi kelancaran tugas Badan Pengendali. Pasal 8 terkait Badan Pelaksana.
Lalu, Pasal 9 menyangkut status lahan dan pemanfaatannya serta Pasal 10 menegaskan bahwa perencanaan pengelolaan dan pelaksanan reklamasi bagian dari penataan kawasan Pantura Jakarta.
Adapun Pasal 11 memberatkan pada pentingnya pelaksanaan reklamasi dengan memperhatikan lingkungan sekitar serta material yang dipakai harus sesuai prosedur. Pasal 12 menyangkut pembiayaan reklamasi.
Sedangkan Pasal 13 terkait penyesuaian peraturan perundang-undangan menyusul terbitnya Keppres tersebut dan Pasal 14 mengenai mulai diberlakukannya Keppres itu.
Namun, Keppres itu dinyatakan tidak berlaku menyusul kesepakatan antara pemerintah pusat dengan Pemprov DKI beberapa waktu lalu, mengingat telah ada UU No. 27/2007 sebagaimana diubah melalui UU No. 1/2014 dan Perpres No. 122/2012.
Diketahui, saat menjabat wakil gubernur, tepatnya 18 Maret 2014, Ahok pernah menggelar rapat dengan empat pengembang yang diperkenankan mereklamasi di Pantura Jakarta dengan agenda kontribusi tambahan. (Baca: Saat Masih Wagub, Ahok Bahas Kewajiban Tambahan 4 Pengembang Reklamasi).
Berdasarkan dokumen berita acara rapat tersebut yang diperoleh Aktual.com, ternyata empat pengembang, yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PT Muara Wisesa Samudra (MWS), PT Taman Harapan Indah (THI), dan PT Jaladri Kartika Pakci (JKC), telah mengerjakan beberapa kewajiban tambahan sebelum rapat digelar (Baca: Ini Kewajiban Tambahan 4 Pengembang Reklamasi yang Diputuskan Ahok).
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan