Hal ini berbeda dengan proses penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia yang wewenangnya berada di tangan KPK. Menurutnya, prosesnya nampak hingar bingar dan gaduh-gaduh tidak seperti di Singapura dan Malaysia.

“Namun IPK indonesia beberapa tahun belakangan ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan, pada 2016, Indonesia hanya dapat peringat skor 37 dengan peringkat 90 dari sejumlah negara yang sama yang disurvei baik untuk Malaysia ataupun untuk Singapura,” katanya.

Prasetyo mengaku, kedua negara tersebut juga menyampaikan masukan kepada proses penegakan hukum Tipikor di Indoensia. Yakni agar tidak ada lembaga yang diberi kewenangan luar biasa besar tanpa batas dan tanpa kendali.

“Karena akan cenderung sewenang-wenang, dan merasa benar sendiri, dan merasa tidak dapat disentuh, dan tidak boleh dipersalahkan. ini disampaikan ke mereka,” jelasnya

Ia juga membandingkan proses penegakan hukum Tipikor kedua negara yang harmonis, saling bersinergi dan tidak bersaing antara lembaga-lembaga penegak hukum.

“Sudah saatnya dan selayaknya semua pihak kita menyimak praktik penegakan hukum pencegahan di kedua negara tetangga itu yang dalam jangka panjang akan lebih berhasil efektif dan efisien dilakukan melalui pencegahan. meskipun penegakan pencegahan tidak banyak popular, tidak banyak dilihat, karena jauh dari hiruk pikuk,” katanya.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby