Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sarmidi Husna (tengah) dan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU Nur Hidayat (kiri) dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/11/2025). ANTARA/Sean Filo Muhamad.
Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sarmidi Husna (tengah) dan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU Nur Hidayat (kiri) dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/11/2025). ANTARA/Sean Filo Muhamad.

Jakarta, aktual.com – Katib Syuriyah PBNU KH Sarmidi Husna mengonfirmasi keberadaan dokumen audit internal yang memuat dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan keuangan PBNU, termasuk indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp100 miliar. Ia menyatakan bahwa temuan tersebut turut menjadi salah satu pertimbangan diberhentikannya KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari posisi Ketua Umum PBNU.

“Itu salah satu alasan. Kan ada alasan-alasan tuh, poin 1,2,3, nah itu kan alasan. Itu masuk poin 3, soal tata kelola keuangan,” ujar Sarmidi di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

Ia menegaskan bahwa karena isu tersebut berada dalam ranah tata kelola keuangan, PBNU tidak dapat membuka detail secara lengkap.

“Itu masuk poin 3 sehingga kami tidak bisa membuat secara detail itu, saya kira paham ya,” tambahnya.

Sarmidi mengatakan audit mengenai aliran dana di tubuh organisasi sebenarnya bersifat internal. Namun, ia mengaku tidak mengetahui bagaimana laporan tersebut bisa tersebar luas hingga viral di media massa dan media sosial.

“Soal audit ini memang sebenarnya itu adalah konsumsi internal. Tapi saya nggak tau ko tiba-tiba itu bisa viral,” jelasnya.

Ia juga membenarkan adanya temuan aliran dana sebagaimana yang ramai diberitakan, tetapi menegaskan bahwa PBNU belum bisa menyampaikan rinciannya.

“Itu kalau kami melihat data yang ada, itu benar… Tapi secara rinci kami memang tidak bisa menjelaskan secara rinci depan panjenengan semua,” ujarnya.

Sebelumnya, sebuah dokumen audit internal PBNU tahun 2022 beredar dan memaparkan dugaan penyimpangan penggunaan dana organisasi, termasuk indikasi TPPU. Audit tersebut mengungkap bahwa Rp100 miliar, yang mestinya dialokasikan untuk peringatan 100 tahun PBNU dan kebutuhan operasional, justru mengalir ke sebuah rekening Bank Mandiri atas nama PBNU.

Audit menyatakan bahwa meskipun rekening itu tercatat atas nama organisasi, rekening tersebut “dikendalikan oleh Mardani H. Maming”, yang saat itu menjabat Bendahara Umum PBNU. Dana tersebut disebut berasal dari Grup PT Batulicin Enam Sembilan milik Maming.

“Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa dana sejumlah Rp 100 miliar… adalah berasal dari Grup PT Batulicin Enam Sembilan milik Mardani H. Maming,” demikian isi dokumen yang beredar.

Dana itu disebut masuk hanya dua hari sebelum Maming ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap terkait izin usaha pertambangan saat menjabat Bupati Tanah Bumbu.

“Pada tanggal 22 Juni 2022, Mardani H. Maming diumumkan… sebagai tersangka,” tulis audit tersebut.

Audit juga menemukan adanya aliran dana keluar dari rekening yang sama, termasuk lebih dari Rp10 miliar yang dicatat sebagai pembayaran hutang, serta transfer besar sepanjang Juli–November 2022 ke rekening Abdul Hakam, Sekretaris LPBHNU, yang saat itu terlibat dalam tim pendamping hukum untuk Maming.

Dokumen tersebut menilai situasi ini tidak hanya menunjukkan lemahnya tata kelola keuangan PBNU, tetapi juga membuka risiko masalah hukum serius berupa dugaan TPPU.

Analisis audit dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Gatot Permadi, Azwir, dan Abimail (GPAA) sebagai bahan pertimbangan Rais Aam PBNU dalam mengambil langkah organisasi, berdasarkan laporan penerimaan, pengeluaran, dan audit sepanjang tahun 2022.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain