Jakarta, Aktual.com – Pengamat Kebijakan Pertanian, Bustanul Arifin, mempertanyakan komitmen pemerintah untuk mendorong kemandirian pangan dan kesejahteraan bagi kaum petani. Pasalnya diketahui tingkat kulaitas tanah petani terus menurun hingga mengurangi produksi.
Menurutnya hal ini disebabkan kurangnya pendampingan dan penyulihan kepada petani dalam rangka melakukan inovasi. Dia melihat petani saat ini mengalami ketergantungan terhadap pupuk kimia, padahal prilaku demikian diyakini sebagai faktor merusak kualitas tanah.
“Kapasitas produksi kita turun terus karena kita sering ‘memperkosa’ lahan. Kita paksa dengan pupuk sehingga tanah tidak bisa menahan bahan organik. Sehingga tanah cepat keras . Karena kualitas lahannya turun, maka produksi turun,” katanya di Jakarta, Senin (22/5).
Baginya memandang kondisi demikian tidak sepenuhnya kesalahan petani. Petani mengalami ketagihan terhadap pupuk kimia layaknya terperangkap bahan candu.
Oleh karenanya dia meminta pemerintah serius dalam melakukan modernisasi melalui proses edukasi kepada petani. Kurangnya edukasi itu terlihat dari rendahnya tingkat respon petani atas inovasi produk baru dalam pertanian.
“Ini pendampingannya nggak jalan. Masa di Sumatra Barat sebanyak 18,26 persen masih pakai benih padi IR 42 keluaran tahun 1980. coba bayangkan, sudah lebih 35 tahun bibit itu,” tuturnya merasa prihatin.
“Jadi kita nggak buru-buru keluar bibit baru. Kalau produk HP, belum rilis sudah ditunggu-tunggu, kalau produk pertanian baru, butuh waktu hingga 7 tahun untuk penerapannya,” pungkas dia.
Sementara Pengamat Pertanian lainnya, Khudori berujar sektor pertanian yang dulunya di era 1970-1980 mencapai puncak kejayaan, kini malah semakin tak populer dan tak menarik bagi generasi muda.
“Pada sensus tahun 2013, dalam 10 tahun terakhi, data rumah tangga usaha petani menurun dari 31,23 juta menjadi 26,14 juta,” ujarnya.
Yang lebih memprihatinkan, ditinjau dari taraf pendidikan, pada 2013 sebanyak 72,6 persen kaum petani hanya mengenyam pendidikan SD, bahkan tidak tamat SD. Hal ini paralel dengan kemampuan produksi lahan dan pendapatan bagi petani. Sehingga didapati tingkat kesejahteraan petani semakin memburuk. Pada 2013 diketahui bahwa dua pertiga dari 28 juta penduduk miskin adalah kaum petani.
(Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh: