Surabaya, Aktual.com — Abu vulkanik tebal bergulung-gulung keluar dari kawah Bromo tanpa henti, bak comulonimbus yang menjulang vertikal ribuan meter ke udara berwarna legam yang menimbulkan kengerian bagi yang melihatnya.
Tidak terdengar dentuman dari dalam kawah kala itu, Jumat (25/12) lalu, tidak pula terasa goyangan tremor dari dalamnya. Brahma – asal nama Bromo- hanya “terbatuk” tanpa henti, perlahan namun pasti semakin menjadi.
Abu vulkanik Bromo melambung tinggi terhembus angin “melompati” Cemoro Lawang menuju ke arah sejumlah desa di sekitarnya seperti Desa Ngadirejo, Desa Wonokerto, Desa Sariwani, Desa Ngadisari, Desa Jetak.
Desiran angin di antara ‘pintu-pintu’ cemara di bibir kaldera raksasa yang ‘mengepung’ lautan pasir Segara Wedi, kawah Bromo, Tengger, dan Gunung Batok menjadi nyanyian alam otentik yang terdengar dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini.
Dari Cemoro Lawang, gunung berapi ini tampak menakutkan seperti siap menyebar teror bagi siapa saja yang mencoba mendekat dengan abunya yang pekat. Lautan pasir Segara Wedi di kaki Gunung Bromo, Gunung Batok, dan Tengger yang biasanya ramai oleh lalu-lalang Toyota Landcruiser hardtop dan ‘pasukan’ kuda kini lengang.
Kawasan lautan pasir Segara Wedi memang masuk dalam radius 2,5 kilometer (km) yang tidak aman dari semburan abu vulkanik Bromo sesuai yang ditetapkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Karena itu, pada status Siaga III erupsi Bromo saat ini, dilarang keras bagi siapa saja melaluinya.
Namun di sisi lain, tidak bisa dipungkiri, kedasyatan semburan abu vulkanik yang sedang dipertontonkan Bromo justru menimbulkan eksotisme tersendiri bagi yang menyaksikannya. Dan akivitas tersebut masih dapat dilakukan dalam radius aman tiga kilometer lebih dari kawah Bromo.
Pemandangan langka yang hanya bisa dilihat empat hingga lima tahun sekali ini, sesuai dengan siklus erupsinya Bromo, justru menjadi pemandangan mahal bagi sebagian orang yang berkunjung ke sana di penghujung tahun 2015.
Salah seorang anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang bersiaga di sekitar Bromo, Rusdianto mengatakan erupsi Bromo memang luar biasa (indah). Meski tidak mengeluarkan lava pijar seperti pada erupsi 2010, tapi aktivitasnya tahun ini tidak kalah menarik untuk di lihat.
Alasan itu pula yang membawa Wiryawan (37) bersama keluarganya jauh-jauh datang dari Ngawi untuk menghabiskan libur panjang Natal kali ini. Rencana liburan yang sudah direncanakan beberapa bulan sebelumnya tetap berlanjut tidak terganggu oleh erupsi Bromo.
“Kita ke Seruni Point atau Penanjakan II untuk liat ‘sunrise’, tapi memang tertutup awan jadi tidak terlihat. Pemandangannya tetap keren, apalagi ditambah semburan abu dari kawahnya (Bromo), ini langka,” ujar dia.
Berbeda dengan Hendarji (29) yang sengaja datang dari Solo dengan teman-temannya untuk melihat lagi erupsi Bromo.
“Saya sempat lihat erupsi tahun 2010, lava pijarnya keluar waktu itu,” ujar Hendarji sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
Dampak wisata Kemacetan terjadi di jalur menuju Seruni Point pada pagi buta tepat di hari Natal 2015. Mobil-mobil Landcruiser hardtop terparkir di sisi jalan mendaki tidak beraturan, membuat beberapa pengunjung yang datang terlambat kecewa karena terhalang ke titik tertinggi Penanjakan II.
Namun, menurut salah seorang supir Landcruiser hardtop Bromo, Munawar, jumlah mobil yang terparkir saat ini belum semuanya. Ada 600 lebih jenis mobil 4×4 yang beroperasi di lokasi wisata ini, namun saat ini hanya kurang dari separuh yang digunakan karena jumlah pengunjung yang menurun selama erupsi Bromo terjadi.
“Ini (mobilnya) belum semuanya keluar Bu. Biasanya kalau libur panjang Natal dan tahun baru itu mobil bisa keluar semua, ini separuhnya juga enggak,” ujar Munawar.
Tidak heran rumah-rumah warga yang biasanya sudah terisi oleh tamu kali ini banyak yang kosong. Tingkat hunian menurun mengikuti turunnya angka kunjungan wisatawan hingga 80 persen.
Berdasarkan catatan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) angka kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara selama musim liburan ini tidak kunjung meningkat, rata-rata hanya 100 orang per hari.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan TNBTS bisa mencapai 5.000 orang per hari dalam kondisi normal, terlebih pada masa libur panjang akhir tahun.
Kondisi tersebut membuat Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa ikut turun tangan. Selain hadir untuk menyerahkan bantuan bagi keluarga dan anak-anak yang terdampak abu vulkanik dari erupsi Bromo, ia menyempatkan diri menuju titik-titik wisata yang masih dapat dikunjungi.
“Saya minta bapak dan ibu di sini untuk bersabar, kalau biasanya bisa bawa tamu ke lautan pasir dengan mobil atau kuda sekarang tidak bisa, jadi sabar,” ujar dia.
Dengan datang sendiri ke Bromo, Khofifah memastikan bahwa kondisi kawasan ini masih aman untuk dikunjungi wisatawan. Dengan mengikuti petunjuk dari PVMBG, tidak mendekati zona merah hingga tiga km dari kawah Bromo para pengunjung masih bisa menikmati keindahan kawasan wisata tersebut.
“Bisa ke Seruni Point untuk melihat matahari terbit dan aktivitas vulkanik Bromo, bisa juga wisata agro, masih banyak yang bisa dilakukan di sekitar sini. Yang penting tidak melewati batas radius berbahaya yang sudah ditetapkan PVMBG ya,” ujar dia.
Khofifah mengaku sejak lama menyenangi aktivitas luar ruangan dan sudah pernah mendaki seluruh gunung di Jawa Timur, tidak terkecuali Bromo. Aktivitas lain yang disukainya saat berkunjung ke tempat ini adalah memanen kentang bersama petani.
Tidak heran saat melakukan kunjungan kerja ke kawasan Bromo,ia menyempatkan diri ikut memanen daun bawang bersama petani Tengger.
Khofifah mengganti sepatu pantofel dengan sepatu gunung, menyusuri lahan petani Tengger yang dipenuhi daun bawang siap panen, mencabutnya sendiri dan membelinya untuk dibawa pulang.
Sebelum meninggalkan kawasan Bromo ia sempat mampir ke Penanjakan II untuk kembali mengamati aktivitas erupsi gunung berapi ini. Kontan pengunjung yang berada di sana meminta untuk berfoto bersama, dengan latar belakang aktivitas erupsi Bromo yang begitu eksotis.
“Saya itu pertama bisa lihat langsung erupsi gunung berapi di Sinabung. Sekarang bisa lihat lagi di Bromo dalam kondisi sangat jelas, senang sekali Mbak,” ujar Khofifah.
Menurut dia, apa yang baru disaksikannya adalah pemandangan mahal yang tidak setiap saat bisa dilihat. Dengan mengikuti rambu-rambu PVMBG, menjauhi zona berbahaya radius tiga kilometer dari kawah, wisata masih bisa dilakukan.
Artikel ini ditulis oleh: