Jakarta, aktual.com – Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai kebijakan Gubernur Bali I Wayan Koster menggencarkan kampanye KB empat anak tidak tepat. Program itu akan membebani dan merugikan keuangan negara.

“Saya mau tanya gubernur berapa anaknya? Anak dia empat, ya pas dia menetapkan empat, kalau dia (anaknya) enam, anaknya juga enam,” kata Agus dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (4/7).

Agus menilai, kebijakan tersebut berdampak pada ‘bengkaknya’ sumber daya alam (SDA) dan anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Terlebih, saat ini ada tujuh juta masyarakat belum mendapatkan kesempatan lapangan pekerjaan.

“BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) bengkak, semua bengkak, itu beban pada negara. Ya harus dibatasi, kecuali ayam, tidak dibatasi. Kalau enggak, semuanya berantakan,” ujarnya.

Atas hal itu, ia mendorong Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kembali menggencarkan program KB dua anak. Hal itu bisa diimplementasikan melalui sosialisasi oleh tenaga kesehatan di pos pelayanan terpadu (Posyandu) dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).

“Dulu di daerah Pantura diputar layar tancap, kemudian masyarakat dimasukkan ke Koramil dan dikasih (alat kontrasepsi) IUD. Sekarang kan nggak perlu begitu, tapi perlu ada kewajiban,” ujarnya.

“Kuncinya sosialisasi, edukasi dan kebijakan ketatnya, juga misalnya dia pegawai ASN atau non ASN, yang wajib dibiayai negara hanya dua, jika nanti dapat subsidi juga hanya dua anak. Kalau nggak gitu, nggak berhasil,” katanya melanjutkan.

Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, yang pada 2019 diestimasikan berjumlah 267 juta jiwa, Indonesia memiliki peluang dan tantangan mengelola jumlah sumber daya manusia (SDM). Apalagi jika Indonesia tak mampu mengendalikan jumlah pertumbuhan penduduk dan akan membebani kebutuhan pangan, membengkakkan anggaran sosial dan pendidikan, serta berpotensi menciptakan kerawanan sosial karena kepadatan jumlah penduduk yang berlebih.

Jika hal ini tidak disadari, ledakan jumlah penduduk akan menjadi tantangan terberat pemerintahan mendatang. Ledakan jumlah penduduk akan menjadi masalah awal yang memunculkan problem turunan yang lebih gawat, seperti masalah peningkatan tajam kebutuhan pangan, problem gizi buruk bagi balita, serta potensi masalah angka pengangguran yang meroket hingga kerawanan sosial. Ingat Indonesia masih menghadapi masalah stunting yang cukup gawat di sejumlah daerah.

Karena itu, tidak salah jika program KB di zaman Soeharto dicontoh karena berhasil mengendalikan masalah kependudukan serta menjadi modal pembangunan ekonomi. Program KB zaman Soeharto dinilai berhasil dan sukses oleh dunia.

Waktu itu, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1800 sebanyak 18 juta jiwa dan bertambah menjadi 40 juta jiwa pada tahun 1900. Namun, di tahun 2000, jumlahnya naik lima kali lipat menjadi 205 juta jiwa. Meski terjadi kenaikan cukup tinggi, angka tersebut lebih rendah dibanding prediksi para ahli bahwa penduduk Indonesia akan mencapai 285 juta jiwa pada tahun 2000.

Hal itu menunjukkan peran dari program KB. Sebanyak 80 juta kelahiran tercegah di tahun 2000. Dan meningkat menjadi 100 juta kelahiran di tahun 2009. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia juga turun dari 2,32% menjadi 1,3%. Setiap tahun ada sekitar 3 juta sampai 3,5 juta jiwa penambahan penduduk Indonesia. Ini setara dengan satu negara Singapura.

Sejumlah kepala daerah dan jajarannya pun mengakui manfaat program KB besutan pemerintahan Soeharto. Program keluarga berencana (KB) ini merupakan salah satu program sukses peninggalan mantan Presiden Soeharto.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo juga mengomentari hal itu setelah dilantik, Senin lalu.

“Saya jadi kepala daerah tujuh tahun. Menurut saya kebijakan itu mengenai semua orang, tapi tidak semua orang itu sama. Kalau misalkan saya punya anak empat itu bisa mengatasi semua, tapi belum tentu orang yang prasejahtera bisa mengatasi semua masalah di keluarga,” kata Hasto usai pelantikan di kantor BKKBN Jakarta, Senin (1/7).

Namun Hasto mengaku tidak mau berasumsi mengenai wacana itu sebelum bertemu dan mendapat penjelasan dari Gubernur Bali.

Hasto menjelaskan pula bahwa kependudukan merupakan sebuah struktur dalam pembangunan nasional yang harus dijaga betul proporsi dari segi rentang usianya.

Dia berharap Indonesia bisa lebih lama menikmati bonus demografi dari jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak ketimbang penduduk dalam rentang usia tidak produktif. Pemerintah perlu menjaga angka fertilitas total 2,1 per perempuan usia subur untuk menikmati bonus demografi lebih lama.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin