Petugas pemadam kebakaran melakukan pendinginan Gate 3 keberangkatan Luar Negeri yang terbakar di Terminal 2E Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (5/7). Kebakaran yang menghanguskan ruang tunggu Terminal 2E masih dalam penyelidikan pihak berwenang. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/asf/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Insiden kebakaran di Terminal Bandara Internasional Soekarno-Hatta dinilai telah mencoreng wajah Indonesia di mata dunia internasional.

“Saya lihat ini kan memalukan Indonesia, tidak baik untuk dunia internasional. Kejadian ini juga berhubungan langsung dengan operasional penerbangan,” kata Pengamat Penerbangan Dudi Sudibjo saat berbincang dengan Aktual di Jakarta, Selasa (7/7).

Dirinya juga mempertanyakan apakah PT Angkasa Pura II (Persero) selaku operator bandara Soetta memiliki Airport Emergency Plan dalam mengelola bandara.

“Itu adalah salah satu persyaratan dari salah satu regulasi internasional di dunia penerbangan. Kalau itu sudah dipakai, ada latihan-latihan rutin atau tidak untuk para petugasnya,” jelasnya.

Ia menambahkan, semua ruangan di Airport juga wajib untuk tersedia peralatan pemadam api dan petugasnya. “Tapi harus dilakukan investigasi apakah petugas tahu ga dimana posisi pemadam api? Apakah dia tahu tapi ketika kebakaran dia lari, panik. Karena yah tidak terlatih,” tukasnya.

Dudi menegaskan bahwa ini kan merupakan bukti lemahnya pengawasan dari pihak operator AP II, pihak regulator yakni Kementerian Perhubungan, termasuk juga manajerial dari Kementerian BUMN.

“Yang saya pertanyakan, AP II di bandara ada crisis center gak? Garuda punya tapi tidak efektif yah mungkin karena ketika bertindak tidak selaras dengan petugas operator.

Selain itu, sambungnya, apakah pihak operator dan regulator sudah melakukan peremajaan terhadap sistem kelistrikan yang ada saat ini. Sistem kelistrikan yang sudah tua sudah seharusnya digantikan, diperbarui, Karena kabel-kabel yang sudah lama usianya mungkin ada yang sudah di makan tikus.

Ia mengungkapkan, insiden kebakaran ini hanyalah satu dari sekian kelemahan Pemerintah dalam mengelola bandara. Pasalnya, seperti diketahui, di Bandara juga kerap kali air tidak mengalir sehingga menyulitkan penumpang dan juga seringkali listrik di Bandara padam lantaran begitu bergantung pada listrik PLN sehingga ketika akan menghidupkan genset sendiri, kerap tidak menyala akibat jarang sekali dihidupkan.

“Itu semua harus dilatih lagi, Damkar juga harusnya keliling, jangan diam saja, dihidupkan mesin-mesin mobil Damkarnya, agar ketika terjadi sesuatu bisa langsung menyala. Jadi terjamin tidak ada gangguan dari alat penanganan tersebut. Jadi itu yang penting, segi pengawasan, pelatihan dan perawatan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka