Presiden AS, Donald Trump (Foto: VOA)
Presiden AS, Donald Trump (Foto: VOA)

Jakarta, Aktual.com – Kontroversi selalu mewarnai Presiden Amerika Serikat Donald Trump, entah itu terkait dengan larangan masuknya warga negara dari tujuh negara yang berpenduduk mayoritas muslim, hingga melarang sejumlah media untuk meliputnya.

Meski banyak kebijakan presiden negeri adidaya tersebut banyak yang menimbulkan amarah, tetapi yang perlu untuk diawasi dengan lebih ketat adalah terkait kebijakan perekonomiannya, karena hingga kini masih belum ada kejelasan yang pasti mengenai hal tersebut.

Tentu saja, di masa lalu, Trump pernah menjanjikan berbagai kebijakan yang dapat disebut sebagai pro-proteksionisme, terutama terhadap berbagai negara yang dinilai “mencuri mata pencaharian dari warga Amerika” seperti China dan Meksiko.

Masalahnya, Amerika Serikat, baik dengan segala penilaian negatif maupun positif, masih menjadi salah satu negara yang mendominasi alur perdagangan global, dan mata uang dolar AS juga banyak dipakai di dalam perdagangan global.

Moody, yang merupakan perusahaan keuangan asal AS yang kerap mengkhususkan diri dalam pemeringkatan produk finansial, menyatakan, aktivitas perekonomian global saat ini diperkirakan mengalami pertumbuhan yang relatif moderat, tetapi hal tersebut juga dinilai masih diwarnai ketidakpastian kebijakan Pemerintahan Amerika Serikat di bawah Presiden Trump.

“Kami menyadari tingginya ketidakpastian pada beberapa perkiraan global karena beragam hasil yang muncul dari perubahan signifikan dalam kebijakan AS atas sejumlah isu domestik dan internasional, termasuk soal perdagangan dan imigrasi,” kata VP Senior Analyst Moody Madhavi Bokil dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu (25/2).

Dia menyadari bahwa aktivitas perekonomian global terus mengalami siklus pemulihan seperti pertumbuhan G-20 pada tahun 2017 rata-rata diprediksi mencapai 3 persen dan 2,6 persen pada 2018.

Namun, lanjutnya, ada beberapa risiko sistematis besar, antara lain risiko ketergantungan ekonomi global kepada perdagangan AS, risiko dampak perekonomian negara berkembang dan finansial global terhadap kenaikan suku bunga acuan AS atau menguat nilai dolar AS, risiko penurunan tajam kinerja perekonomian China, dan risiko fragmentasi Uni Eropa.

Ia mengemukakan bahwa bila AS jadi mengeluarkan kebijakan menerapkan tarif besar terhadap sejumlah negara tempat AS mengalami defisit perdagangan yang besar, seperti China dan Meksiko, hal itu dinilai dapat berbahaya kepada pertumbuhan perekonomian jangka panjang karena langkah AS itu tidak mungkin akan mendapatkan tindakan balasan.

Artikel ini ditulis oleh: