Jakarta, Aktual.com — Harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) diperoleh berdasarkan formula harga yang ditetapkan sesuai ketentuan dalam Perpres No.191 Tahun 2015 dan Permen ESDM No.39/2014.
Namun dalam prakteknya ketentuan dalam peraturan tersebut tidak dijalankan secara konsisten, sehingga antara lain berdampak pada kerugian BUMN dan terganggunya ketahanan energi.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara kepada Aktual saat dihubungi di Jakarta, Jumat (2/10).
Contohnya, kata Marwan, Perpres No.191 Tahun 2015 telah mengatur bahwa harga BBM dievaluasi setiap satu bulan sekali. Jika kemudian saat ini Kementerian ESDM menetapkan untuk merubah pola tersebut menjadi tiga bulan sekali, maka harus juga segera disusul dengan penerbitan Perpres baru.
“Kalau jadi tiga bulan yah buat Perpresnya, ganti yang lama itu. Supaya kita punya acuan yang jelas. Supaya manajemen pemerintahan ini jangan dijadikan manajemen bisnis murahan atau seperti mengurus kota Solo. Ini kan pemerintahan pusat,” kata Marwan .
Lebih lanjut, menanggapi keinginan Presiden Jokowi untuk menurunkan harga Premium, Marwan menegaskan bahwa sejatinya Pemerintah bisa saja melakukannya dengan cara memangkas pajak PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Akan tetapi, sekali lagi, hal itu juga harus diiringi dengan regulasi baru yang bisa dijadikan dasar landasan hukum yang jelas.
“Kalau mau bisa, apalagi dalam kondisi rakyat yang semakin susah hidup. Kalau mau begitu yah silahkan, nah dari sini pak Jokowi juga perlu menerbitkan Perpres baru. Perpres barunya itu isinya misalnya menghapus PBBKB, atau PPN yang 10 persen. Bisa, tapi kan harus mengikuti aturan dan berdasarkan landasan hukum yang benar,” ungkapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan