Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dipastikan akan melakukan pembentukkan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pertambangan. Padahal kebijakan masih ditentang banyak pihak dan tak efektif.
Direncanakan, pihak perseroan itu bakal segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa untuk menghapus status perseroan di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Untuk itu, banyak pihak yang mulai mengkritisi mekanisme pembentukkan holding BUMN pertambangan ini.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada, A. Tony Prasetiantono menyebut, rencana pembentukkan holding pertambangan dinilai tidak akan efektif jika ditujukan dalam rangka meningkatkan efisiensi sekaligus kinerja BUMN di sektor pertambangan.
“Justru rencana pembentukkan holding BUMN pertambangan itu malah akan memunculkan masalah baru terutama di sisi manajemen,” jelas Prasetiantono, di Jakarta, Senin (20/11).
Menurut dia, sebetulnya untuk meningkatkan efesiensi manajemen BUMN tambang itu lebih tepat dimerger, bukan holding.
“Karena holding itu (sebetulnya) hanya transisi. Meski saya sebut merger, kebijakan itu juga tak tepat dilakukan saat ini,” kata dia.
Karena kata dia, di dalam pelaksanaan merger dibutuhkan situasi yang kondusif untuk menunjang keberhasilan dari tujuan yang dicapai.
“Untuk itu, pemerintah yakni Kementerian BUMN agar mau mengkaji ulang soal implementasi holding BUMN pertambangan itu,” katanya.
Memang, dengan merger maka jumlah direksi dan komisaris serta karyawan bisa berkurang. Akan tetapi kalau merger pasti ada gejolak. Pasalnya, akan ada pengurangan direksi dan karyawan.
“Cuma merger itu butuh situasi yang kondusif dan saya lihat waktunya kurang tepat saat ini,” dia menegaskan.
Tony menjelaskan, desakan untuk mengkaji ulang rencana pembentukkan holding BUMN pertambangan didasarkan karena terdapat ketidakefektivan dari implementasi holding sebelumnya di sektor perkebunan dan semen.
Hal ini diketahui dari tidak tercapainya tujuan utama pembentukkan holding di sektor semen dan perkebunan tersebut. Makanya dia tak sepakat dengan holding itu, kalau pun ada holding hanya menjadi transisi 3 tahun untuk merger.
“Coba lihat, holding semen juga ngak efektif karena mereka (anak usaha PT Semen Indonesia Tbk/SMGR) masih bawa entitas masing-masing dan membawa budaya organisasi masing-masing. Jadi holding itu sekarang hanya forum rapat saja,” kritik Tony.
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka