PT Kereta Api Indonesia (KAI) meminta warga setempat mengosongkan dan membongkar rumah yang berdiri di lahan milik PT KAI paling lambat Minggu (9/4), warga tetap beraktivitas seperti biasa dan menolak penggusuran tersebut.

Jakarta, Aktual.com – Peneliti dari Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, kebijakan pemerataan ekonomi yang diluncurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir pekan lalu terasa akan percuma jika masalah ketimpangan lahan tak diselesaikan terlebih dahulu.

“Paling utama yang harus dibenahi di sektor pertanian, yaitu soal ketimpangan lahan. Karena ketimpangan lahan di Indonesia sudah pada titik yang membahayakan,” cetus dia, di Jakarta, Selasa (25/4).

Dia membandingkan tingkat bahayanya dari zaman Orde Baru dulu dibanding sekarang. Pada era Orba di tahun 1983, rasio ketimpangan lahan tercatat 0,5 poin. Tapi data terakhir, kata dia, rasio ketimpangan lahan mencapai 0,64 poin.

“Artinya, distribusi lahan makin memburuk. Bahkan saat ini, jumlah petani berlahan sempit meningkat 54 persen tiap tahunnya,” cetus Bhima.

Kondisi ketimpangan lahan di sektor pertanian itu, kata dia, juga tidak terlepas dari kacaunya kebijakan Pemerintah.

“Jadi kebijakan pemerintah itu jangan wacana saja. Bagaimana pemerintah harus bisa mengatasi masalah yang ada. karena faktanya, 5 persen petani terkaya menikmati 90 persen subsidi pemerintah secara keseluruhan. Itu yang paling bahaya,” tandasnya.

Presiden Jokowi sebelumnya menekankan perekonomian nasional harus diperkuat dengan kebijakan yang berasaskan demokrasi dan berbasis ekonomi pasar yang adil. Makanya diterbitkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) dengan tiga pilar utama, ketersediaan lahan, pemberian kesempatan, dan peningkatan sumber daya manusia.

“Dari ketiga pilar utama tersebut, terdapat sepuluh bidang yang dinilai menjadi sumber ketimpangan di masyarakat, nantinya diharapkan kebijakan ini dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” harap Presiden.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: