Jakarta, Aktual.com – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Kidung Asmara mengharapkan kebijakan potongan pajak super atau super tax deduction mampu memperbanyak aktivitas riset, sehingga dapat meningkatkan inovasi di Tanah Air.
“Pemberlakuan aturan ini juga diharapkan bisa menciptakan iklim riset yang lebih baik dan kompetitif di Indonesia,” katanya di Jakarta, Senin (15/7).
Menurut Kidung, guna memaksimalkan penerapan aturan ini, sinergi antarlembaga pemerintahan maupun dengan swasta atau institusi akademik harus berjalan dengan baik.
Hasil yang bisa dicapai dari sinergi itu, ujar dia, antara lain adalah data yang akurat yang dapat dipertanggungjawabkan, karena selama ini, data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan relatif sulit didapat karena masing-masing lembaga kerap memiliki data yang berbeda untuk pokok bahasan yang sama.
Ia juga menyoroti bentuk kerja sama antara pemerintah dengan swasta dan perguruan tinggi yang dinilai juga harus dibenahi, dan kerja sama tersebut juga diharapkan tidak hanya sebatas bantuan dana, tetapi juga untuk memutakhirkan riset-riset terkini yang dikeluarkan swasta serta perguruan tinggi.
“Kemudian, beberapa sektor swasta dan institusi pendidikan mungkin telah menerapkan penelitian kuantitatif yang berbasis pada pemanfaatan perangkat lunak digital, namun sebagian belum. Belum ada pemerataan dalam kemampuan melakukan riset di penjuru daerah di Indonesia, yang pada ujungnya berimbas ke pendidikan yang belum merata berikut pendanaannya,” jelasnya.
Pemberian fasilitas fiskal tersebut terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan.
Salah satu yang diatur dalam PP tersebut adalah bagi wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menyatakan optimistis bahwa super tax deduction mampu mendorong sektor industri manufaktur agar terlibat aktif menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan.
Komitmen itu terwujud melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Juni 2019.
“Insentif super tax deduction diharapkan efektif mendorong para pelaku industri untuk berlomba-lomba menyediakan pendidikan dan pelatihan vokasi, sehingga daya saing SDM Indonesia di masa depan semakin meningkat,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Haris Munandar.
Haris menuturkan, aturan pemberian insentif pajak super tax deduction untuk pendidikan vokasi dalam rangka penguatan SDM bidang industri dituangkan dalam Pasal 29B.
Dalam beleid itu disebutkan, kepada wajib pajak badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan SDM diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan.
“Hingga saat ini sudah ada 855 perusahaan yang bekerja sama dalam rangka meningkatkan vokasi dengan sekitar 4.500 perjanjian yang melakukan kerja sama mendukung 2.600 SMK. Upaya tersebut merupakan pembelajaran strategis untuk mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja sebagai bagian dari investasi SDM berkompetensi,” terangnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan