Seorang warga mencari barang berharga miliknya di puing rumah mereka yang hancur tersapu tsunami di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Lampung, Minggu (23/12/2018). BPBD setempat mencatat jumlah korban meninggal mencapai 59 orang, 20 orang masih dalam pencarian, seluruh korban merupakan warga setempat. ANTARA FOTO/Ardiansyah/nz.

Lampung, Aktual.com – Ratusan warga yang menjadi korban tsunami di Lampung Selatan, Provinsi Lampung mengungsi di kebun cengkeh di bawah kaki Gunung Rajabasa, tepatnya di Dusun Satu karena masih trauma dan khawatir terjadi tsunami susulan.

“Di sini kami merasa aman walaupun tidak nyaman karena pengungsian ini kami buat seadanya dengan beratapkan terpal yang terpenting lokasinya berada di atas dan jauh dari pantai,” kata salah seorang pengungsi, Jahidin di Lampung Selatan, Kamis (27/12).

Informasi yang dihimpun, warga yang memilh mengungsi di kebun cengeh tersebut berjumlah 56 kepala keluarga dengan jumlah jiwa mencapai 200 orang, bahkan setiap harinya jumlah warga yang mengungsi di Desa Waymulli terus bertambah.

Senada dengan Jahidin, Idoh Mafrudoh dan dua orang anaknya pun mengaku telah lima hari di tempat pengungsian yang dibuka oleh warga setempat.

Bahkan, tak ada satupun WC umum di lokasi pengungsian dikarenakan lokasi perkebunan cengkeh yang jauh dari pemukiman.

“Kalau untuk mengambil bantuan ada suami yang turun sesekali jika persediaan makanan habis dan mengambilnya ke posko utama yang ada di SMAN 1 Rajabasa,” jelasnya.

Dilansir Antara, tidak sedikit pengungsi yang memiliki bayi dan balita di perkebunan cengkeh ini. Padahal, mereka telah dibujuk untuk pindah ke lokasi yang aman dan nyaman oleh beberapa pihak, seperti relawan, dokter ataupun lembaga lainnya.

Apalagi di kebun tersebut warga rawan terserang malaria karena banyak nyamuk.

Sunenti misalnya, yang memiliki bayi berusia satu bulan. Dirinya bertahan di kaki Gunung Rajabasa yang merupakan perkebunan cengkeh karena masih trauma melihat gelombang laut.

Ditambah kakinya cidera dan sudah insfeksi sehingga enggan ke mana-mana.

Namun, Sunenti mengaku khawatir anak perempuannya yang baru satu bulan bernama Nova terserang penyakit apalagi menurun dokter yang menyambanginya menyebutkan bahwa bayinya itu sudah dehidrasi.

“Ya, kalau hujan tentunya dingin karena hanya beratapkan terpal saja. Untuk bantuan Alhmadulillah mencukupi mulai dari pakaian anak, popok, minyak kayu putih dan kebutuhan untuk bayi saya tercukupi,” tambahnya.

Sama halnya dengan Sarmah, ia dan anaknya yang baru satu tahun setengah tetap bertahan di pengungsian kebun cengkeh ini. Sebab rumah satu-satunya yang ada di Waymuli sudah rata dengan tanah akibat diterjang tsunami.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan